Dugaan Pungli Dana Pengembangan SMPN 3 Singosari Meresahkan Wali Murid 

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Singosari, Kabupaten Malang/RMOLJatim
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Singosari, Kabupaten Malang/RMOLJatim

Wali murid di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Singosari, Kabupaten Malang, merasa resah dengan adanya dana sumbangan untuk pengembangan sekolah. 


Dana pengembangan sekolah tersebut diketahui dari Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) SMP Negeri 3 Singosari yang membutuhkan anggaran sebesar Rp 629.150.000. Setiap wali murid diminta memberikan sumbangan senilai Rp 75 ribu setiap bulan selama satu tahun.

Hal ini diungkapkan salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya saat dikonfirmasi, bahwa dana pengembangan sekolah sebesar Rp 629.150.000 keperuntukannya bermacam-macam.

"Ini sudah disampaikan oleh pihak sekolah dan komite. Kalau peruntukannya bermacam-macam. Intinya yang tidak terakomodir melalui BOS (bantuan operasional sekolah). Baik reguler maupun dari daerah," tuturnya pada Kamis (11/11).

Ia juga mengatakan, penyetoran uang dimulai pada tahun ajaran 2021 saat ini. Apabila di bulan tertentu belum terbayarkan, maka akan diakumulasi dan dibayarkan pada bulan selanjutnya. 

"Ada surat kesanggupannya mas, ya wajib," tandasnya. 

Wali murid itu juga tidak keberatan. Hanya saja ia menganggap bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang tidak benar. Mengingat SMP Negeri 3 Singosari adalah sekolah negeri. 

"Kalau Rp 75 ribu mungkin kecil, namun jika diakumulasi 700 siswa selama 1 tahun kan jadi besar. Bukan soal keberatan, ini kan sekolah negeri. Kalau sekolah swasta sih tidak masalah. Soal biaya pembayaran sejak bulan Juli lalu dan sebesar Rp 75 ribu. Padahal, sekolah diliburkan karena faktor PPKM. Meski begitu, uang tetap harus dibayarkan pada bulan ini. Jadi ibaratnya ada tunggakan 5 dikali Rp 75 ribu," jelasnya.

Sementara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) mengaku telah menerima informasi dari beberapa wali murid dan menduga kuat hal itu termasuk kategori pungutan, sebab bersifat mengikat dan nominalnya pun telah ditentukan. 

Sub Advokasi Pendidikan dan Hukum DPD LIRA Malang Raya Abdul Munif menjelaskan, pungutan itu sebenarnya sudah menjadi sorotan sejak beberapa waktu lalu sejak pihaknya mendapat informasi. Hal itu lantas dilanjutkan dalam sebuah audiensi. Hingga munculah kesepakatan bahwa pihak sekolah akan membatalkan rencana tersebut. 

Namun pada Senin (8/11) lalu, kabar tersebut kembali dibahas. Dan informasi yang ia terima, wali murid diminta untuk menyerahkan surat kesaggupan untuk membayar iuran tersebut. Selain itu wali murid juga diminta melakukan polling untuk menentukan suara terbanyak terkait setuju atau tidak setuju tentang rencana tersebut.

"Andaikan yang setuju lebih banyak, ini sifatnya tetap pungutan. Karena nilai nominalnya ditentukan. Temporalnya jelas dan pakai materai bersifat mengikat lagi. Nah versinya sekolah itu sumbangan. Sedangkan sumbangan itu seharusnya tidak mengikat," terang Munif.

Menurut Munif, berdasarkan Permendikbud nomor 75 tahun 2016 hal itu tidak diperbolehkan. Dirinya menilai bahwa seharusnya, pendidikan dasar wajib yang saat ini sudah dikembangkan dari 9 tahun menjadi 12 tahun diselenggarakan secara gratis.

Senada, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Malang Raya, M. Zuhdy Achmady menyampaikan, bahwa sumbangan di SMP N 3 Singosari tetap ada dugaan kuat pungutan. Sebab dalam praktiknya ada unsur upaya meminta kepada wali murid. 

"Bukan hanya dari sisi nominal sudah ditentukan dan berapa kali harus membayar, namun itu kan sudah ada upaya meminta, sudah ada dugaan unsur pungutan. Sebab di situ ada surat kesanggupannya. Jadi hemat saya, hal itu jadi upaya menyamarkan pungutan saja," ujar pria yang akrab disapa Didik ini. 

Lanjut Didik, hal tersebut merupakan modus untuk memuluskan upaya dalam melakukan pungutan kepada wali murid. Dan dikemas hingga seakan-akan sudah ada kesepakatan dari wali murid. 

"Jika memang itu sumbangan, tidak perlu mengumpulkan wali siswa dengan membawa materai lalu disuruh menandatangani surat pernyataan kesanggupan. Ini kan konyol. Kalau memang sumbangan sukarela, cukup bikin pengumuman lisan atau tertulis bahwa sekolah punya hajat ini dan itu, bebaskan mereka. Jika ada yang menyerahkan sumbangan ya diterima. Itu lebih elegan," paparnya.

Setiap Warga Negara Indonesia (WNI), lanjut Didik, berhak mendapatkan pendidikan gratis. Selain itu, warga negara juga wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Sehingga dengan adanya pungutan yang ada di sekolah sudah jelas menabrak UUD 1945 Pasal 31.

Lebih jauh Didik menegaskan, berdasarkan Permendikbud no 75 th 2016 tentang komite sekolah, juga disebutkan dalam Pasal 10 (2), bahwa dalam penggalangan dana, komite sekolah hanya menerima sumbangan dari wali murid secara sukarela bukan pungutan.

"Kami tetap menganggap bahwa itu pungutan, karena tidak ada landasan hukumnya. Seharusnya pihak sekolah membuat permohonan kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pendidikan agar diberikan rekomendasi untuk melakukan pungutan terhadap wali siswa sehubungan kebutuhan mendesak yang tidak dapat dibiayai dana BOS. Apabila ada surat dari Bupati, silahkan menggalang dana dari wali siswa, itu yang dimaksud landasan hukum. Jika tidak, maka hal tersebut dapat dikategorikan pungutan liar. Alibi apapun yang dibuat oleh komite sekolah kami tetap menganggap itu pungutan bukan sumbangan sukarela," tandasnya.

Terpisah, Ketua Komite SMPN 3 Singosari, Herry Wibowo menganggap bahwa sumbangan itu sifatnya sukarela dan tidak mengikat.  

"Mengenai iuran tersebut bersifat sukarela dan tidak mengikat. Bagi yang keberatan, misalnya sanggupnya memberikan sumbangan Rp 10 ribu, ya tidak apa-apa. Kalau tidak punya uang, ya tidak usah membayar dulu, jadi tidak perlu terburu-buru membayar," jelas Herry.

Herry juga membenarkan, bahwa hal tersebut sudah dibahas bersama, antara pihak SMP Negeri 3 Singosari dengan pihak komite. Yang kemudian dipaparkan kepada pihak wali murid. 

Ia juga membeberkan, bahwa rencana kebutuhan anggaran tersebut diperuntukkan untuk beberapa kebutuhan rutin tahunan sekolah. Dan sudah dianggarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) SMPN 3 Singosari tahun anggaran 2021. 

Dari catatannya, memang ada sejumlah rencana kegiatan yang memang menjadi agenda rutin yang tidak terakomodir melalui anggaran bantuan operasional sekolah (BOS). Baik BOS Reguler atau BOS Daerah. 

"Ada kegiatan hari besar agama, terus iuran pramuka atau apa itu kan tidak dibiayai (BOS). Dan itu program tahunan rutin. Sebenarnya kalau sudah pas anggarannya ya tidak. Berhubung ini kurang, maka dipaparkan," terang Herry.

Sementara itu, iuran sebesar Rp 75 ribu itu, menurutnya, sudah lebih rendah dari iuran di tahun anggaran sebelumnya. Dimana di tahun-tahun sebelumnya mencapai Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu. 

"Sekarang kan kegiatannya banyak yang berkurang. Jadi tinggal Rp 75 ribu. Itu pun tidak wajib," imbuhnya. 

Konsekuensinya, kata Herry, apabila sumbangan yang terkumpul tidak mencapai kebutuhan yang ditetapkan yakni sebesar Rp 629.150.000, maka pihak sekolah akan mengurangi kegiatan. Intinya, pihak sekolah akan memaksimalkan kegiatan dengan berapapun total anggaran yang terkumpul.