Quo Vadis JHT: Sejak 2020 Sudah Banyak Pekerja Belum Dapat Pencairan JHT

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat/Repro
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat/Repro

Jauh sebelum Permenaker 2/2022 yang pada pokoknya berisi mengenai penundaan pencairan Jaminan Hari yua (JHT) sudah muncul banyak persoalan mengenai hal ini.


Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat mengungkapkan, pihaknya telah memberikan bantuan hukum kepada banyak pekerja yang sebelum Permenaker 2/2022 terbit sulit mencairkan JHT.

"Karena kami orang lapangan yang sekarang masih mengadvokasi. Banyak teman kami yang sejak 2020 sampai 2022 ini masih belum mendapat pesangon (JHT)," ujar Mirah dalam diskusi Polemik bertajuk "Quo Vadis JHT" secara virtual pada Sabtu (19/2).

Maka dari itu, Mirah menganggap tidak logis jika JHT ditunda pencairannya menjadi hanya boleh ketika sudah masuk usia pensiun atau saat berusia 56 tahun.

Padahal, kata dia, seharusnya JHT bisa cair ketika pekerja pensiun di usia berapapun, yang tujuannya untuk bantalan kehidupan mereka.

"Kalau pemerintah memakai kata bantalan di JHT, kami juga memakai JHT sebagai bantalan untuk melanjutkan kehidupan untuk berusaha, dan juga bahkan untuk kebutuhan mereka sehari-hari," kata Mirah dilansir Kantor Berita Politik RMOL.

Mirah menambahkan, sikap kaum buruh sampai saat ini menolak aturan penundaan pencairan JHT di usia 56 tahun. Sebab, aturan ini tidak sesuai dengan kondisi para pekerja yang sangat terdampak pandemi Covid-19.

"Dari sejak awal diterbitkan Permenaker (2/2022), akal sehat saya masih belum menerima, bagaimana mungkin dana pekerja buruh itu ditahan," tuturnya.

"Ini yang masih belum diterima kami, yang padahal situasinya kini melebihi dari krisis 98," demikian Mirah.