Kajati Jatim Luncurkan Kampung Restorative Justice di Kranggan Kota Mojokerto

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr Mia Amiati, SH. MH bersama Aspidum Kejati, Sofyan Selle, SH. MH, Kajari Kota Mojokerto, Hadiman, SH. MH. Sekda Kota Mojokerto, Gaguk Tri Prasetyo serta Forkopimda Kota Mojokerto saat di Kota Mojokerto/ist
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr Mia Amiati, SH. MH bersama Aspidum Kejati, Sofyan Selle, SH. MH, Kajari Kota Mojokerto, Hadiman, SH. MH. Sekda Kota Mojokerto, Gaguk Tri Prasetyo serta Forkopimda Kota Mojokerto saat di Kota Mojokerto/ist

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur (Jatim) Dr Mia Amiati, SH. MH meluncurkan Rumah Restorative Justice di Kelurahan Kranggan, Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto, dan sekaligus meresmikan kampung RJ pertama di Kota Mojokerto, Rabu (16/3). 


Restorative Justice adalah upaya perdamaian atara pelaku dan korban tindak pidana diluar jalur hukum. Kampung Kranggan terpilih, karena tingkat kepatuhan masyarakat sangat tinggi. Ada 9 kejati se-Indonesia yang terpilih dan 33 kejaksaan negeri  yang mengikuti acara peluncurkan Kampung Restorative Justice secara daring, termasuk Kejaksaan Kota Mojokerto yang terpilih. 

“Karena kalau kita lihat sejarahnya dalam wilayah hukumnya ada 3 kecamatan di Kota Mojokerto, namum tingkat ketaatan penduduknya menduduki tingkat 20 se-Indonesia,” ungkap Kajati Jatim dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Kajati Jatim mengungkapkan syarat untuk dapat dilakukan perdamaian tanpa jalur hukum yakni, pertama, pelaku tindak pidana bukan residivis atau baru pertama melakukan tindak pidana. Kedua, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun. Ketiga, adanya upaya saling memaafkan dan kerugian secara materil tidak lebih dari 2.5jt.

Ia menambahkan, jika tujuan adanya restorative justice adalah mengembalikan situasi seperti keadaan semula, yang mana tercipta hubungan yang aman dan damai antar masyarakat.

"Kami bekerjasama dengan tokoh agama serta tokoh adat dalam menjalankan proses Restorative Justice ini, karena tokoh tersebut dihormati di kalangan masyarakat,” tuturnya.

Sementara Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto memberikan apresiasi dengan adanya Kampung Restorative Justice (RJ) di Kelurahan Kranggan Kota Mojokerto yang dibentuk oleh Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto dan dilaunching Kajati Jatim. Hal tersebut disampaikan Sekdakot Mojokerto H Gaguk Tri Prasetyo ketika menghadiri launching kampung restorative Justice (RJ) se Indonesia  yang dilaksanakan secara daring bersama Jaksa Agung termasuk Kota Mojokerto menjadi salah satu pilihan yang ikut lounching sebagai kampung RJ.

Masyarakat Kota Mojokerto sangat  mendukung serta berharap bahwa, Kampung Restorative Justice ini merupakan suatu pilot project yang dibentuk untuk menyelesaikan persoalan sosial yang berkaitan dengan hukum agar dapat diselesaikan dengan musyawarah.

”Guna menyelesaikan persoalan sosial di tengah masyarakat tadi agar tidak melalui proses hukum, juga buat sosialiasai maupun pemahaman tentang kasus hukum kepada seluruh masyarakat Kota Mojokerto. Kami sangat berterima kasih kepada semua jajaran kejaksaan negeri, khususnya kepada bapak Jaksa Agung, yang telah mendirikan Kampung Restorative Justice di Kelurahan Kranggan ini. Pemkot Mojokerto terus bersinergi dengan Kampung Restorative Justice, untuk memberikan rasa keadilan dan kenyamanan di tengah kehidupan masyarakat Kota Mojokerto,” ujar Sekdakot Mojokerto.

Menurutnya, Restorative Justice merupakan sebuah pendekatan yang ingin mengurangi kejahatan dengan menggelar pertemuan antara korban dan terdakwa, dan kadang-kadang juga melibatkan para perwakilan masyarakat secara umum. 

Dalam acara  zoom tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, RJ merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.

Burhanuddin mengatakan kebijakan ini harus terus didorong. Kejagung memiliki kewenangan tentang dominus litis untuk menghentikan suatu perkara.Namun, dia menyimpulkan hanya berlaku untuk perkara yang memenuhi syarat. 

Dirinya mengingatkan bahwa kejaksaan harus bisa menekankan rasa keadilan. Artinya, bukan hanya mencegah over kapasitas di dalam rutan dan lapas.

Kejaksaan Agung juga menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restorative dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Penuntut Umum berwenang menutup perkara demi kepentingan hukum salah satunya karena alasan telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan/afdoening buiten process, hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e Perja Nomor 15 Tahun 2020.