AS Soroti 7 Poin Pelanggaran HAM di Indonesia Termasuk Korupsi dan Pemerkosaan 

Edhy Prabowo/Net
Edhy Prabowo/Net

Sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia menjadi sorotan serius pemerintah Amerika Serikat.


Dalam laporan pelanggaran HAM Indonesia yang dipaparkan di situs resmi Kedutaan Besar AS di Indonesia, ada tujuh poin yang menjadi perhatian mereka.

Disebutkan bahwa Indonesia melanggar poin-poin yang mencakup; tidak menghormati integritas individu, tidak menghormati kebebasan sipil, tidak ada kebebasan untuk berpartisipasi dalam proses politik, kurangnya transparansi dalam kasus korupsi, intimidasi terhadap LSM, definisi soal pemerkosaan yang memberatkan pihak perempuan, dan rendahnya hak pekerja untuk berunding bersama.

Dalam poin tidak menghormati integritas individu, laporan AS menyebutkan bahwa undang-undang Indonesia mengkriminalisasi penggunaan kekerasan atau paksaan oleh pejabat keamanan untuk memperoleh pengakuan, sementara sejauh ini tidak ada undang-undang yang menentukan atau mendefinisikan 'penyiksaan' yang dimaksud.

Para pejabat menghadapi hukuman penjara maksimal empat tahun jika mereka menggunakan kekerasan atau paksaan secara ilegal, namun pada kenyataannya ada banyak kasus kekerasan yang dibuat pejabat dan menguap begitu saja.

Misalnya pada kasus Samsul Egar. Pada 25 April, Polres Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara menangkap Samsul Egar atas dugaan terlibat dalam peredaran narkoba. Menurut laporan media, Egar ditangkap dengan cara dijatuhkan ke tanah dan diborgol hingga tidak sadarkan diri. Egar dibawa ke rumah sakit di mana dia dinyatakan meninggal.

Organisasi hak asasi manusia melaporkan Egar mengalami memar di tubuhnya. Polisi diduga tidak memberi tahu keluarga Egar bahwa mereka percaya dia adalah pengedar narkoba sampai 28 hari setelah kematiannya. Hingga 10 September, tidak ada indikasi bahwa pihak berwenang telah menyelidiki laporan tersebut atau mengambil tindakan terhadap petugas yang terlibat.

Contoh lain, pada 25 Mei, seorang prajurit berseragam, Joaquim Parera, menyerang seorang karyawan sebuah pompa bensin di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pegawai tersebut menolak memberikan pelayanan kepada Parera karena telah memotong antrean. Video penyerangan Parera terhadap karyawan pompa bensin itu menyebar di media sosial. Sebuah sesi mediasi antara Parera dan korban diadakan dan militer melaporkan perselisihan telah diselesaikan secara damai. Namun begitu, militer menegaskan akan tetap menyeret Parera ke pengadilan militer. Namun, hingga 24 November tidak ada kabar terbaru apakah Parera menghadapi hukuman atas insiden tersebut.

Dalam poin itu disebutkan kurangnya transparansi dalam kasus korupsi, laporan AS menyebutkan bahwa Undang-undang memberikan hukuman pidana untuk korupsi pejabat, tetapi upaya pemerintah untuk menegakkan hukum tidak cukup.

"Ada banyak laporan mengenai korupsi pemerintah sepanjang tahun. Terlepas dari penangkapan dan penghukuman, banyak pejabat, termasuk mantan menteri kelautan dan menteri sosial (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara -red), ada persepsi luas bahwa korupsi tetap mewabah.

LSM mengklaim bahwa korupsi endemik adalah salah satu penyebab pelanggaran hak asasi manusia. Akibat ulah pejabat pemerintahan, banyak individu yang terhambat bisnisnya.

Laporan itu juga menyoroti sistem kerja Komisi Pemberantasan Korupsi, polisi nasional, Unit Kejahatan Ekonomi Khusus angkatan bersenjata, dan Kejaksaan Agung yang seharusnya bisa bersinerji pada kenyataannya koordinasi antara kantor-kantor tersebut tidak konsisten.

Untuk poin kelima yaitu intimidasi terhadap LSM, laporan AS menyebutkan, beberapa pejabat telah membuat LSM merasa diawasi dan diintervensi, bahkan diintimidasi.

"Pemerintah Indonesia mengizinkan pejabat PBB untuk memantau situasi hak asasi manusia di negara tersebut, kecuali di Papua dan Papua Barat," tulis laporan itu.

Aparat keamanan dan badan intelijen cenderung mencurigai pengamat HAM asing, terutama yang berada di Papua dan Papua Barat, di mana operasi mereka dibatasi.

Untuk poin keenam, tentang diskriminasi dan penyalahgunaan sosial, laporan itu menyoroti definisi soal pemerkosaan yang memberatkan pihak perempuan.

"Undang-undang melarang pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya terhadap perempuan. (Namun) definisi hukum pemerkosaan hanya mencakup penetrasi paksa organ seksual, dan pengajuan kasus memerlukan saksi atau pembuktian lainnya," tulis laporan itu.

Laporan itu juga menggarisbawahi padangan Indonesia tentang; Pemerkosaan dalam perkawinan bukanlah tindak pidana khusus dalam hukum.