Analisa SMRC, Nasdem dan Demokrat Tidak Masuk Koalisi Bersatu karena Terganjal Frekuensi

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas/Net
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas/Net

Terbentuknya gerbong Koalisi Bersatu hasil pertemuan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto dengan Ketum PPP Suharso Monoarfa dan Ketum PAN Zulkifli Hasan menarik dari kacamata politik.


Apalagi, koalisi tersebut justru menggema setelah Airlangga bertemu Ketum Partai Nasdem, Surya Paloh dan jajarannya di Jakarta pada 10 Maret 2022, serta Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono pada 7 Mei 2022.

Pertemuan tersebut tidak langsung membuahkan kesepakatan seperti dalam pertemuan bersama elite PPP dan PAN.

Menurut Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas, fenomena politik yang muncul pasca pertemuan masing-masing elite parpol tersebut justru menunjukkan makna yang berbeda.

Di satu sisi, ia melihat pertemuan Airlangga dengan Suharso dan Zulhas telah menunjukkan kesamaan pikir di antara mereka. Sementara, dengan Surya Paloh maupun AHY sebaliknya.

"Itu berarti, dengan Nasdem dan Demokrat Airlangga belum bisa menemukan frekuensi politik yang kuat. Frekuensi yang kuat rupanya lebih mudah ditemukan Airlangga pada PAN dan PPP," ujar Abbas saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (14/5).

Di samping itu, Abbas juga tak bisa memungkiri adanya dinamika politik ke depan yang membuat Nasdem dan Demokrat bergabung atau justru membuat gerbong sendiri untuk Pilpres 2024.

Termasuk, soal kemantapan dari gerbong Koalisi Bersatu yang kini baru diisi 3 parpol tersebut, khususnya dalam menjalankan visi pemenangan di Pilpres 2024.

"Nasdem dan Demokrat bisa membentuk gerbong koalisi sendiri bisa juga tidak. Bahkan yang mengatakan 'tiga yang bersatu' kemarin pun masih belum matang," demikian Abbas.