Menurunkan Harga Minyak Goreng

Minyak goreng/Net
Minyak goreng/Net

HARGA minyak goreng kemasan premium tertinggi di pasar ritel modern sebesar Rp 25.900 per liter per 23 Juni 2022 di Jakarta. Dengan asumsi margin perdagangan dan pengangkutan total nasional sebesar 17,41 persen per tahun 2020, maka perhitungan kasar tentang harga pokok penjualan minyak goreng kemasan premium pabrikan sekitar Rp 21.391 per liter.

Dengan perkiraan biaya kemasan sebesar Rp 1.500 per liter, maka perkiraan kasar harga pokok penjualan minyak goreng curah kualitas premium tertinggi sekitar Rp 18.981 per liter.

Dengan harga eceran minyak goreng curah sebear Rp 14.000 per liter, maka besar persoalan margin minyak goreng secara kasar yang hendak diturunkan oleh pemerintah sekitar Rp 5.891 per liter.

Ini menjadi sebuah margin yang besar dan mungkin menjadi ajang spekulasi ekonomi politik secara liar, yang mungkin dikait-kaitkan dengan potensi momentum transaksi tekanan penggalangan dana pilpres.

Cara sederhana untuk menurunkan harga minyak goreng antara lain adalah menaikkan jumlah ketersediaan minyak goreng di pasar, yaitu dengan memberlakukan tarif ekspor CPO dan produk turunannya lebih tinggi, mengatur kuota ekspor minyak goreng, dan/atau atau mengatur domestic market obligation. Asumsi yang digunakan adalah struktur pasar minyak goreng monopolistic competition, di mana harga penjualan minyak goreng di atas harga pasar persaingan sempurna, maka spekulasi penurunan harga minyak goreng di atas bukanlah tekanan pada masalah potensi penggalangan dana.

Pada sisi yang lain, pemberlakuan kuota ekspor minyak goreng dan domestic market obligation rawan dengan aksi KKN. Kemudian pemberlakuan tarif ekspor tidak popular dewasa ini, yang dapat menimbulkan protes dari negara importir CPO.

Alternatif lain adalah bergantung kepada kinerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yaitu untuk mendorong perubahan struktur pasar monopolistic competition minyak goreng menjadi struktur bersaing sempurna. Namun, usaha tersebut berpotensi mendapat respons negatif kembali dari pabrikan, misalnya dalam bentuk distributor minyak goreng sementara waktu bertindak berhenti mendistribusikan produk minyak goreng kemasan dan curah ke pasar.

Pada sisi yang lain, proses KPPU untuk menuntaskan persoalan tersebut ke jalur hukum memerlukan periode waktu yang lama dan mungkin berlarut-larut, dan berpotensi kalah di pengadilan apabila pabrikan menggunakan para pengacara handal. Sementara itu langkah pencabutan izin usaha oleh pemerintah belum terdengar dipraktekkan.

Oleh karena itu, metoda lain yang dapat digunakan untuk menurunkan harga minyak goreng adalah menambah pasokan minyak goreng dari sumber tandan buah segar (TBS) petani yang harganya turun, atau pemerintah menggunakan BUMN sebagai badan penyangga untuk menggelontorkan tambahan minyak goreng ke dalam pasar ritel modern dan tradisional.

Penulis adalah peneliti Indef, yang juga pengajar Universitas Mercu Buana