Dua Saksi Kasus Kredit Macet BNI Dinilai Lemahkan Dakwaan Jaksa, PH: Ada Pelaku Lain yang Tidak Diungkap Jaksa 

Cesdianto dan Budiono saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Surabaya/RMOLJatim
Cesdianto dan Budiono saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Surabaya/RMOLJatim

Dua saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan kredit macet Bank Negara Indonesia (BNI) kanwil Surabaya Rp 28,3 miliar dengan terdakwa Agung Asnanto Soelaiman kembali digelar  di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (1/8).


Dalam sidang tersebut, kedua saksi yakni Cesdianto (45) dan Budiono memberikan keterangan yang justru melemahkan dakwaan jaksa. Mereka menguak adanya peran orang lain yang harus bertanggungjawab atas kasus yang dialamatkan ke terdakwa Agung Asnanto Soelaiman.

Dalam sidang Cesdianto mengungkap fakta bahwa dirinya tidak pernah menjabat sebagai direktur di CV Indo Bumi Energi (IBE). Cesdianto sendiri sebenarnya hanyalah rekanan penyedia batubara pada CV Indo Bumi Energi milik Eko Wiji Santoso. 

"CV Indo Bumi Energi itu miliknya Eko Wiji Santoso. Waktu itu saya pernah difungsikan menjadi direktur Indo Bumi Energi agar pendanaanya cair. Saya juga tidak pernah menandatangani perjanjian pembelian batubara antara CV Indo Bumi Energi dengan PT Atlantic Bumi Indo. Saya hanya mengkondisikan batubara mereka di lapangan. Kalau batubara sudah siap maka termin pembayaran di bayarkan setelah itu berangkat," terang Cesdianto.

Ditanya jaksa bagaimana ceritanya saksi Cesdianto ditunjuk Eko Wiji menjadi Direktur boneka CV. Bumi Indo Energi.

""Yang jelas untuk pembayaran batubara yang saya kondisikan dan sudah muat haruslah dilunasi lebih dulu sebelum kapal berangkat. Kalau tidak bayar maka bisa di sandera," jawabnya.

Ditanya jaksa apakah saksi Cesdianto pernah membuat beberapa invoice atas nama CV Bumi Indo Energi dan menandatanganinya,? Saksi menjawab tidak. 

"Indo Bumi adalah bagian dari PT Atlantik Bumi Indo. Saya hanya dimintai tolong sama Eko untuk pembayaran batu kamu nanti kalau ditelepon bilang seperti ini. Kalau batunya mau terbayar kamu harus bilang seperti itu. Dan nyatanya semua batu terbayar dan tidak ada yang nyantol," jawabnya.

Saksi Cesdianto juga menyebut tidak tahu kalau PT Atlantik Bumi Indo mempunyai hutang di BNI. 

"Saya tidak pernah melibatkan diri dengan Bank BNI tersebut. Pak Agung (Astanto) itu partnernya pak Eko. Saya lebih banyak komunikasi dengan pak Eko. Secara on the spot BNI pernah datang dan melihat langsung kondisi batubara," sebutnya.

Saksi Cesdianto juga menjawab tidak tahu saat ditunjukkan oleh Jaksa ada rekening Bank Mandiri cabang Surabaya Gubeng atas nama CV. Indo Bumi Energi.

Saksi menyebut atas suruhan Eko Wiji saat dirinya ditelepon dan dikonfirmasi  karyawan BNI perihal kesiapan batubara. 

"Yang menyuruh Pak Eko. Saya tidak pernah komunikasi dengan Agung. 

Didesak apakah saksi tahu ada keterlibatan BNI dalam pendanaan Batubara di CV Indo Bumi Energi. 

"Saya tahu sebab BNI pernah mengkonfirmasi saya secara detail, juga pendana yang lain," ungkap Cesdianto.

Sebagai penyedia batubara di lapangan, saksi Cesdianto mengaku bahwa secara riil pekerjaan PT Atlantic Bumi Indo sejak 2012 sampai 2015 sangatlah bagus.

"Tahun 2016 hanya sampai pertengahan saja. Satu bulan PT ABi bisa kirim 6 tongkang. Setiap tongkang dapat profit sekitar Rp 1,3 sampai Rp 1,4 miliar. Saya di PT ABI ditugaskan oleh pak Eko. Sedangkan peran pak Agung di bidang dana. Saya minta dana untuk operasional ke pak Agung," bebernya.

Dalam sidang saksi Cesdianto mengaku tidak tahu kalau di tahun 2017 saham Agung dibeli Eko Wiji. 

"Saya pernah dimintai tolong sama pak Eko untuk berbicara dengan pak Agung. Bahkan saya pernah ngobrol bertiga terkait keinginan pak Eko untuk mengambil alih saham termasuk beban hutang pak Agung yang cukup besar. Waktu itu saya tanya ke pak Eko kalian dengan pak Agung kan partnership. Kenapa kamu berani membeli saham dan mengambil alih hutang-hutang Agung. Pak Eko menjawab itu urusan saya."

Saksi Ceadianto juga memastikan bahwa semua hutang Agung di BNI akan ditanggung Eko Wiji.

"Ini ada hutang Agung di BNI langsung saya stop saja, biar nggak mengganggu. Mendengar itu saya sontak bilang kamu sadar bilang begitu. Eko menjawab sadar, itu urusan saya," pungkasnya.

Sementara saksi Budiono yang merupakan Direktur Utama CV Beringin Mas Jaya Abadi mengatakan pada tahun 2011 sampai 2012 pernah bekerjasama dengan Eko Wiji Santoso. Disambung lagi pernah bekerja sama dengan PT Atlantik Bumi Indo di tahun 2015 saat dirinya bekerjasama dengan Tjiwi Kimia. 

"Saya beli ada beberapa kali pengapalan sekitar April sampai Agustus 2015. Kontraknya perkapal," terangnya.

Terkait adanya perbedaan paraf dan tanda tangan pada perjanjian tanggal 1 Agustus 2015, Budiono mengakuinya. 

"Purchasing Order (PO) yang saya terima dari Tjiwi Kimia itu kontrak 6 bulan sekitaran 90.000 ton pada April 2015. Anehnya pada waktu pemeriksaan sama Jaksa Feri saya malah ditunjukkan kontrak batubara CV Beringin Mas beli sekitar 90.000 ton dengan PT Atlantik Bumi Indo pada Agustus 2015. Paraf dan tanda tangan saya tidak sama," ungkapnya.

Terpisah, Tugianto selaku penasihat hukum terdakwa Agung Asnanto Soelaiman menilai kedua saksi yang dihadirkan jaksa justru menguntungkan kliennya. Dia pun merasa miris dengan kasus ini karena hanya menjerat terdakwa tunggal.

"Dalam keterangan dua saksi tadi sudah jelas ada pelaku lain tapi sama sekali tidak diungkap jaksa," tandasnya saat dikonfirmasi usai persidangan.