Komisaris PT Kayu Mas Podo Agung, Hadi Djojo Kusomo dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus penggelapan uang jual beli kayu yang dilakukan terdakwa Hendra Sugianto dan Washitho Nawikartha.
- Kejagung Dalami Peran Pejabat PN Surabaya Berinisial R Dalam Kasus Suap Ronald Tannur
- Zarof Ricar yang Pertemukan Pengacara Ronald Tannur Dengan Pejabat PN Surabaya
- Dukung Gerakan Solidaritas Hakim, 70 Hakim PN Surabaya Mogok Sidang
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Hadi Djojo membeberkan kronologis kejadian bisnis jual beli kayu meranti merah yang membuat dirinya menelan kerugian sebesar Rp 6,5 miliar.
Saat itu, kata Hadi, ia didatangi oleh terdakwa Hendra Sugianto di kantornya dengan mengaku sebagai Direktur Utama PT Tanjung Alam Sentosa (TAS) dan rekanan dari PT Talisan Emas (TE) perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam yang berlokasi di Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku luas area 54.750 hektar selama kurang lebih 35 tahun.
Karena tertarik, Hadi Djojo melakukan kerjasama yang dituangkan dalam 10 kontrak dan hanya 4 kontrak yang sudah terealisasi, sedangkan sisanya tak kunjung selesai hingga kasus ini disidangkan.
"Saya sudah bayar uang muka 18 miliar," ujar Hadi Djojo saat memberikan kesaksiannya dalam persidangan yang diketuai hakim IGN Parta Bargawa di ruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (18/8).
Karena kayu tak kunjung keluar, ungkap Hadi, dia lantas menugaskan Slamet Pramono ke Logpond PT TE di Desa Air Besar Pulau Seram Maluku Tengah untuk mengecek kayu pesanannya.
Namun setelah diperiksa, ternyata kayu yang tersedia pada saat datang tidak sesuai dengan yang dijanjikan yaitu kayu hanya tersedia sekitar kurang lebih 200 meter kubik.
"Saya diberitahu Pramono, kayu meranti merah (Playwood Grade) cuma sekitar 10 persen, jadi keseluruhan kayu yang turun pada akhir desember 2018. Selain itu, persyaratan kayu juga tidak Plywood Grade sesuai perjanjian awal," ungkapnya menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim, Yulistiono.
Karena tidak bisa menyediakan kayu yang dipesan Hadi, dibuatlah surat pernyataan dan kesepakatan dengan dibukakan 2 lembar cek dengan nilai Rp 6,5 miliar.
"Dua cek dibawa sendiri oleh Hendra dan dibuatkan tanda terima sampai batas waktu yg ditentukan pada waktu dikliringkan ternyata ke dua ceknya blong tidak bisa dicairkan," terangnya dikutip Kantor Berita RMOLJatim.
Sementara terkait janji Hendra untuk memberi kayu dari tempat lain dimana dia kerja ternyata telah dijual kepada pihak lain tanpa seijinnya.
"Sementara hasil penjualan kayu ke pihak lain tersebut tidak diserahkan kepada saya" ujarnya.
Sementara itu, Sudiman Sidabuke selaku penasihat hukum terdakwa Hendra mempersoalkan terkait perjanjian akan memenuhi pembayaran pada 2023. Tetapi korban malah melaporkan kliennya tersebut.
"Benar. Namun itu hanya kesepakatan saja. Dan 2 cek itu juga dasarnya kesepakatan. Bukan saya yang minta," kata Hadi menjawab pertanyaan Sudiman Sidabuke.
Lalu Sudiman mempertanyakan foto kondisi kayu yang baik sesuai kesepakatan awal. Hal itu dibantah oleh Hadi. Dia mengatakan foto yang ditunjukkan Sidabuke adalah dari jauh.
"Dari jauh itu Pak. Kalau dari dekat beda. Jika jauh tentu saja kelihatan baik."ucap Hadi saat ditunjukkan foto dari pihak terdakwa.
Sedangkan terkait laporan polisi mengapa korban melaporkan kontrak 006, Hadi kembali mempertegas bahwa kontrak dibuat secara sendiri-sendiri, tidak terkait dengan kontrak yl maupun yad
"Ya kan tiap kontrak berdiri sendiri. Kalau laporan lainnya ya masuk next episode," bebernya mengakhiri pertanyaan dari penasihat hukum terdakwa Hendra.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kejagung Dalami Peran Pejabat PN Surabaya Berinisial R Dalam Kasus Suap Ronald Tannur
- Revitalisasi Pasar Kembang Tahap Pertama Segera Dimulai, PD Pasar Surya Bangun TPS untuk Pedagang
- Dukung Eri Cahyadi-Armuji, Hiperhu: Lanjutkan Kepemimpinan Periode Kedua