Dugaan Putusan Bocor Terbukti, Terdakwa Pemalsuan Surat Divonis Bebas

Suasana pembacaan putusan bebas kasus dugaan pemalsuan surat di PN Surabaya/RMOLJatim
Suasana pembacaan putusan bebas kasus dugaan pemalsuan surat di PN Surabaya/RMOLJatim

Terdakwa kasus pemalsuan surat H. Zainal Adym, SH dibebaskan dari jeratan hukum. Majelis hakim yang diketuai Dewantoro menyatakan terdakwa tidak terbukti membuat maupun menggunakan surat palsu sebagaimana dalam dakwaan alternatif ke 1 Pasal 263 ayat (1) KUHP dan alternatif ke 2 Pasal 263 ayat (2) KUHP.


Dalam pertimbangan amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti memalsukan tanda tangan Soebiantoro didalam surat perjanjian hutang pemakaian dana kopontren Assyadziliyah tanggal 17 Juli 1996 sebesar Rp 684 juta.

Sementara terkait surat kematian Soebiantoro, masih dalam pertimbangan majelis hakim, baru didapat oleh Bambang Sumi Ikwanto sebagai saksi pelapor dan Ferry Widargo selaku saksi korban setelah gugatan perdatanya ditolak.

Berdasarkan alasan tersebut, majelis hakim menjatuhkan putusan yang dalam amar putusannya berbunyi sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa H. Zainal Adym, SH tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum;

2. Membebaskan terdakwa H. Zainal Adym, SH dari semua  dakwaan penuntut umum;

3. Memerintahkan terdakwa dibebaskan segera setalah putusan ini dibacakan;

4. Menetapkan barang bukti tetap terlampir dalam berkas perkara Kecuali satu lembar surat asli perjanjian hutang pemakaian dana kopontren Assyadziliyah tanggal 17 Juli 1996 sebesar Rp 684 juta dikembalikan kepada terdakwa H. Zainal Adym, SH;

5. Membebankan biaya perkara kepada negara.

Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak Diah Ratri Hapsari masih belum menyatakan sikap menerima atau melakukan upaya hukum.

"Pikir-pikir yang mulia," ujarnya menjawab pertanyaan dari majelis hakim usai pembacaan amar putusan diruang sidang Tirta 1 PN Surabaya, Senin (5/9).

Sementara itu tim kuasa hukum dengan lantang menyatakan menerima putusan bebas tersebut.

"Kami menerima," tegas Rudolf Ferdinand Purba Siboro.

Diberitakan sebelumnya, putusan bebas ini sebelumnya sempat bocor sebelum dibacakan. Hal itu diungkapkan Ketua Harian DPP Organisasi Masyarakat Komunitas Rakyat Anti Korupsi (Ormas KORAK) Efianto pada Jum'at (2/9). KORAK pun akan melaporkan dugaan bocornya putusan bebas tersebut ke Mahkamah Agung, Badan Pengawasan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial maupun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dugaan pemalsuan surat ini bermula ketika terdakwa membuat surat pengakuan hutang atau pemakaian dana kopontren tanggal 17 Juli 1996 perihal perjanjian penggunaan dana kopontren Assyadziliyah dalam tempo satu tahun sampai tanggal 17 Juli 1997 sebesar Rp 684 juta.

Dalam perjanjian itu, terdakwa menjaminkan SHBG No 221 dengan obyek tanah dan bangunan yang terletak di Jl Prapanca No 29 Surabaya yang  ditandatangani oleh terdakwa sebagai yang menerima perjanjian, yang seolah-olah ditandatangani oleh Soebiantoro sebagai yang membuat perjanjian dan disetujui oleh K.H. Achmad Djaelani sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Assyadziliyah, padahal Soebiantoro telah meninggal sejak 22 Januari 1989.

Surat perjanjian itu selanjutnya digunakan oleh terdakwa untuk melakukan gugatan ke PN Surabaya dengan perkara No 211/Pdt.G/2016/PN.Sby tanggal 04 Maret 2016 dan berujung pada eksekusi. Objek tanah dan bangunan tersebut telah dijual oleh ahli waris Soebiantoro ke Ferry Widargo pada tahun 2005.

Mengetahui hal itu, Ferry Widargo memberikan kuasa ke Bambang Sumi Ikwanto untuk melaporkan masalah tersebut ke polisi.