Ahli Pidana Prof Suparji: Dakwaan Terhadap MSAT Tidak Didukung Alat Bukti Memadai

Ketua Tim Penasihat Hukum MSAT, Gede Pasek Suardika/RMOLJatim
Ketua Tim Penasihat Hukum MSAT, Gede Pasek Suardika/RMOLJatim

Sidang MSAT, Selasa (27/09/2022), PN Surabaya menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas al-Azhar Indonesia, Prof. Dr. Suparji Ahmad. 


Suparji yang diwawancara usai sidang, mengaku telah memberikan keterangan di hadapan sidang, atas 3  pasal, yakni pasal 285, 289, dan 294 KUHP yang dijeratkan kepada terdakwa dugaan asusila Moch Subechi Azal Tsani (MSAT).

Dalam keterangannya, Ketua Senat Akademik Universitas Al-Azhar Indonesia ini menjelaskan, pasal pidana yang dijeratkan kepada terdakwa tidak memenuhui unsur-unsur perbuatannya.

Suparji mengambil contoh salah satu pasal yang didakwakan, yakni pasal 285 KUHP. Menurutnya, harus ada perbuatan berupa mengancam, atau unsur kekerasan lainnya. Unsur ini, diakuinya, berbanding terbalik dari kronologis dalam dakwaan.

"Harus ada perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa itu, mengancam, atau ada unsur kekerasan. Jadi kalau lihat dari kronologisnya kan tidak ada tindakan yang berupa kekerasan atau kemudian ancaman kekerasan untuk dilakukan persetubuhan atau tidak pidana pencabulan," terangnya.

Dalam pandangannya secara keilmuan. Ia menegaskan, unsur kekerasan atau ancaman kekerasan itu harus ada tindakan perbuatan yang mengarah pada tindakan fisik.

"Dalam pandangan saya secara teoritis bahwa kekerasan atau ancaman kekerasan itu harus ada tindakan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada tindakan fisik. Sehingga korban tadi itu berada dalam situasi takut tercederai atau terancam atau tidak merdeka. Jadi tidak ada itu," tegas Suparji.

Selain itu ia juga mengatakan, alasan perkara ini dianggap tidak memenuhi unsur, lantaran alat bukti yang ditunjukkan tidak memadai, tidak ada saksi yang melihat, yang mendengar, dan mengalami atas peristiwa asusila itu. Selain itu, saksi-saksi yang dihadirkan  tidak berkesuaian antara saksi satu dengan saksi yang lain. 

"Saksi lain cerita A ini cerita B sehingga tidak terbangun sebuah kebenaran, maka berarti tidak ada alat bukti saksi yang mendukung atas peristiwa pidana tadi itu," ujarnya.

Terhadap persidangan, Suparji mengatakan agar keyakinan hakim dalam peradilan tidak terpengaruh opini, tapi lebih mengedepankan alat bukti fakta.

"Sehingga menghadirkan keadilan bagi terdakwa dan menghadirkan juga keadilan bagi korban, sekiranya dia adalah korban. Kalau bukan korban, maka jangan sampai orang yang tidak salah diperlakukan tidak adil," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Tim Penasihat Hukum MSAT, Gede Pasek Suardika, menuturkan, dengan dihadirkannya ahli pidana, hendaknya bisa memberikan perspektif pidana dan menjadi panduan seluruh pihak berperkara.

"Tadi sudah disampaikan oleh saksi ahli bahwa keakinan hakim itu harus tumbuh dari fakta-fakta persidangan, bukan dari tempat yang lain, dan ini mudah-mudahan bisa menjadi panduan kita bersama. Kan ujungnya nanti hakim yang memutuskan," terang GPS. 

Di tempat terpisah, Jaksa Penuntut Umum Tengku Firdaus menyebutkan, perspektif hukum yang disampaikan ahli pidana dari pihak terdakwa hampir sama dengan pernyataan ahli pidana dari pihaknya. 

"Keterangan dari ahli pidana, hampir sama (pendapatnya), beliau menyampaikan pendapatnya terkait peristiwa pidana yang terjadi," tutur Tengku Firdaus.[has]


ikuti update rmoljatim di google news