Kasus Suap Penerimaan Calon Maba di Unila Ternyata Merembet ke 3 PTN Lain

foto/net
foto/net

Kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru (maba) tahun 2022 di Universitas Lampung (Unila) ternyata merembet ke tiga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lainnya.


Hal itu diketahui lantaran tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di tiga perguruan tinggi sejak 26 September 2022 sampai dengan 7 Oktober 2022.

"Telah selesai melaksanakan penggeledahan di tiga Perguruan Tinggi Negeri," ujar Jurubicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Senin siang (10/10).

Tiga PTN yang digeledah, yaitu Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten; Universitas Riau, Pekanbaru; dan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

"Adapun tempat penggeledahan di tiga PTN tersebut di antaranya adalah ruang kerja rektor dan beberapa ruangan lainnya," kata Ali.

Dari penggeledahan itu, tim penyidik mengamankan berbagai dokumen dan bukti elektronik terkait penerimaan maba, termasuk seleksi mahasiswa dengan jalur afirmatif dan kerja sama.

"Bukti-bukti dimaksud akan dianalisis dan disita serta dikonfirmasi lagi pada para saksi maupun tersangka untuk menjadi kelengkapan berkas perkara," pungkas Ali.

KPK resmi menetapkan dan menahan empat orang tersangka usai melakukan kegiatan tangkap tangan pada Jumat malam (19/8) hingga Sabtu (20/8), yaitu Karomani (KRM) selaku Rektor Unila periode 2020-2024; Heryandi (HY) selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila; Muhammad Basri (MB) selaku Ketua Senat Unila; dan Andi Desfiandi (AD) selaku swasta.

Dalam perkara ini, Unila membuka jalur khusus Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

Selama proses Simanila, tersangka Karomani diduga aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta dengan memerintahkan tersangka Heryandi dan Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila, serta melibatkan tersangka Basri untuk turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus, maka dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak Unila.

Karomani diduga mematok harga bervariasi, yaitu minimal Rp 100 juta sampai Rp 350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.

Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin selaku dosen yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp 575 juta.

Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan tersangka Basri yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani yang juga atas perintah Karomani uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 miliar.