DPRD Kota Malang Fokuskan Empat Penataan di Ranperda RTRW 2022-2024 

Suasana Rapat Paripurna di Gedung DPRD Kota Malang mengenai Penyampaian Pandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2022-2024/RMOLJatim
Suasana Rapat Paripurna di Gedung DPRD Kota Malang mengenai Penyampaian Pandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2022-2024/RMOLJatim

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang fokuskan empat penataan dalam sidang paripurna. Hal itu diutarakan melalui Penyampaian Pandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2022-2024 di Gedung DPRD Kota Malang, Senin (10/10).


Pemfokuskan empat penataan itu nantinya pada penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), Cagar Budaya, Kawasan Heritage dan Kawasan Investasi. Demikian dikatakan Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika. 

"Nantinya RTH disesuaikan, kemudian kita lihat muatan lokanya seperti apa, cagar budaya, ketersediaan sawah yang dilindungi, kawasan heritage, serta kawasan investasi yang berkaitan dengan ijin tenaga kerjanya,” ungkapnya. 

Selain itu, Made juga menjelaskan, akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang beranggotakan 15 orang dan empat dari pimpinan. Yang mana, nanti dalam pembahasan lebih lanjut selama 20 ke depan. 

"Untuk RTRW yang harus dibahas 20 hari sudah diparipurnakan, kan kita ada dua Sidang Paripurna. Berikutnya kita tunggu jawaban PU fraksi. Kita juga akan konsultasi ke Kementerian PUPR dan tentunya ini untuk perkembangan pembangunan Kota Malang,” tuturnya. 

Masih di tempat yang sama, Wali Kota Malang, Sutiaji, menyampaikan bahwa RTRW Kota Malang sudah diajukan sejak tahun 2015. Menurutnya, secara prinsip hal tersebut juga sudah selesai. Pembahasan dengan Malang Raya, juga sudah dilakukan dan salah satu bahasan terkait dengan perbatasan wilayahnya.

"Mengenai kesesuaian di wilayah perbatasan, RTRW sudah dibahas dengan Malang Raya lainnya. Selain itu, zonasi Kedungkandang dan industri juga diatur, yakni tinggi gedung maksimal 25 lantai juga masuk dalam bahasan,” ujar Sutiaji.

Ia juga menjelaskan, bahwa 20 persen dari total wilayah akan dipergunakan untuk RTH. Itu menurutnya, juga bisa diambil dari wilayah Kabupaten Malang, namun masih rancangan.

"Kita sediakan 20 persen dari total wilayah untuk RTH. Kalau bisa kita ambil dari kabupaten juga dan itu nggak ribet," beber Sutiaji. 

Sedangkan terkait dengan RTH yang ada di Kota Malang, juga mendapat sorotan Dari keenam fraksi yang ada di DPRD Kota Malang. 

Salah satunya sorotan itu datang dari Fraksi PDI-Perjuangan, dimana Kota Malang  dianggap belum mampu menyediakan RTH secara proporsional, karena baru mencapai 12 persen.

"Sebab kami merasa pembahasan mengenai tata ruang ini sangat penting dan strategis dalam melihat pembangunan kota Malang ke depan yang berbasis multi aspek. Yaitu sosial, ekonomi, budaya, politik, pembangunan dan lingkungan. Maka, Fraksi PDI Perjuangan memiliki tanggung jawab moral dalam melakukan evaluasi secara bertahap dengan melakukan  kritik, saran, masukan, rekomendasi dan pandangan strategis sebagai dasar penyusunan regulasi sebagai dasar hukum kebijakan, sehingga mampu mendukung terbentuknya aktualisasi Tata Ruang Masa Depan yang responsif, integratif, stimulatif dan mampu menjawab tantangan era digital yang sangat dinamis," papar Agoes Marhaenta saat membacakan Pandangan Umum Fraksi PDI-Perjuangan.

"Kota Malang adalah kota yang belum mampu menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) secara proporsional. Saat ini, RTH Kota Malang baru 12 persen dan belum mampu mencapai 20 persen. Sehingga, jika tidak dilakukan penekanan kebijakan, maka akan sangat membahayakan terhadap spasialitas dan berdampak pada tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Kota Malang,” lanjutnya. 

Berikutnya, Agoes Marhaenta menyampaikan, kebijakan reformatif harus dilakukan dalam peningkatan kapasitas dan pengadaan sistem drainase berdaya tampung besar yang mampu mendistribusikan air dari tempat biasa layanan banjir menjadi lebih cepat mengalir. 

Kemudian, sistem kabelisasi yang membahayakan juga merupakan masalah besar penataan Kota Malang, berupa kesemerawutan sistemik yang harus juga dimasukkan sebagai kebijakan tata ruang.

"Perihal mengenai sistem parkir terintegrasi dengan blanded model harus menjadi prioritas, untuk mengatasi kesemerawutan sistem perparkiran di Kota Malang yang belum bisa dikelola dengan optimal. Terutama dibeberapa titik yang bisa menjadi role model yaitu di sekitar Masjid Jami’, Pasar Besar, Pasar Blimbing, Pasar Induk, Pasar Kebalen, Bundaran Tugu dan berbagai pusat publik yang biasa menjadi langganan macet," terangnya.