Ditinggal Orang Tuanya, Anak Eks Lokalisasi Dolly Sulit Punya Adminduk

Imam Syafi'i saat mengunjungi panti asuhan Bilyatimi/RMOLJatim
Imam Syafi'i saat mengunjungi panti asuhan Bilyatimi/RMOLJatim

Penutupan lokalisasi Dolly sejak tahun 2014 oleh Pemkot Surabaya, ternyata hingga saat ini masih menyisahkan berbagai persoalan. Parahnya lagi, persoalan terbaru yakni 6 anak penghuni panti asuhan Bilyatimi di Jl. Dukuh Kupang XX nomor 40 kesulitan mendapatkan akte kelahiran dan Kartu Keluarga (KK).


Hal ini lantaran orang tua dari sejumlah anak tersebut tidak diketahui keberadaannya.

"Panti ini rujukan dari Pondok Dolly, sebab disana anaknya sudah besar-besar. Mereka tidak mampu mengasuh yang kecil-kecil, jadi yang kecil-kecil ditaruh disini," kata pengasuh Panti Asuhan Bilyatimi, Nur Fadilah dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat menerima kunjungan Imam Syafi'i anggota Komisi A DPRD Surabaya, Selasa (11/10) lalu.

Nur Fadilah kembali mengatakan, anak-anak eks lokalisasi Dolly yang tidak punya akte kelahiran dan KK, kebanyakan berusia 6 tahun hingga 14 tahun. Namun ada juga yang masih berusia 11 bulan.

"Mereka ndak ada orangtuanya sama sekali. Ada yang satu, ada orang tua. Tapi orang tuanya dipenjara, terus ibunya sendiri juga bingung ngasih makan," jelasnya.

Lebih lanjut Nur Fadilah menjelaskan, pihaknya sudah berupaya mengurus administrasi kependudukan (Adminduk) untuk anak-anak tersebut. Tapi sudah 2 tahun, menemui jalan buntu.

"Sudah kami lakukan koordinasi dengan kelurahan, tapi dilimpahkan ke Dinsos. Lalu dari Dinsos kita diarahkan ke Polrestabes. Kemudian setelah disana, kita di BAP. Lalu malah dilimpahkan ke Dinsos lagi, sampai sekarang belum ada keterangan dalam ngurus administrasi anak-anak ini. Untuk ini sudah 2 tahun berjalan," terangnya.

Karena tidak memiliki adminduk, anak-anak itu tidak tersentuh program bantuan dari pemerintah, seperti KIS, KIP dan bantuan sosial lainnya. Bahkan mereka juga kesulitan untuk sekolah.

"Paling ndak pemerintah kota itu memperhatikan, walaupun tidak kebutuhannya, tapi administrasi kependudukan atau surat-surat pentingnya itu dipermudah, supaya kita sebagai pengasuh bisa gampang membawa ke puskesmas atau ke rumah sakit," harap Nur Fadilah.

Sementara itu Imam Syafi'i anggota Komisi A, mengaku terkejut mengetahui kasus ini. Teryata penutupan lokalisasi Dolly masih menyisakan persoalan. 

"Karena ini Surabaya, harusnya tidak boleh ada yang tidak punya administrasi kependudukan. Karena kalau anak itu tidak punya NIK, tidak punya akte, nanti anak itu tidak bisa sekolah terus pemerintah tidak bisa mengintervensi," ujarnya. 

Menurut Imam, pihak panti sudah bekerjasama dengan Dinas Sosial Pemkot Surabaya untuk mendapatkan bantuan permakanan. Tapi jumlahnya sedikit, hanya untuk 19 anak.

"Padahal penghuni panti ini lebih dari 19. Ternyata tidak bisa diintervensi karena mereka tidak tahu ini orang Surabaya atau bukan, karena mereka nggak punya surat-surat kependudukan," jelasnya.

Legislator Partai Nasdem itu mengatakan Dispendukcapil Kota Surabaya siap membantu, setelah dirinya melakukan koordinasi.

"Tadi sebelum saya datang ke sini saya telepon ke salah satu Kabid di Dispendukcapil, waktu itu saya mau ajak tapi enggak berani, karena itu wilayahnya kepala dinasnya. Tapi dia titip pesan bahwa dispendukcapil siap membantu anak-anak ini untuk memperoleh haknya, mendapatkan administrasi kependudukan mereka," pungkas Imam.