Kecolongan 

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

KEMARIN wartawan yang ngepos di Polda Jatim sedang dilanda gundah gulana. Yang membuat mereka gundah, maraknya isu gagal ginjal yang diderita anak-anak hingga menyebabkan kematian. 

Para jurnalis yang memiliki anak balita merasa resah. Orang rumah dikabari, kalau anaknya sakit jangan diberi obat. Terutama sirup. Terus ada yang bilang, hati-hati ke dokter. Misalkan diberi sirup jangan mau. Kalau diberi puyer, boleh. 

Ada lagi yang bilang, sebaiknya anak-anak diobati dengan cara konvensional. Entah cara konvensional seperti apa yang dimaksud. Yang jelas di sini ada ketakutan luar biasa. 

Pemerintah dalam hal ini sudah kecolongan. Bagaimana bisa obat sirup yang katanya memiliki kandungan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas, bisa lolos dan dijual bebas di pasaran.

Itu pertanyaan masyarakat. 

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM Penny Kusumastuti Lukito sejauh ini mengungkapkan pihaknya telah menarik lima obat sirup. 

Pertama, Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

Kedua, Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.

Ketiga, Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

Keempat, Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml. 

Kelima, Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.

Kesemua obat sirup itu memiliki izin. Masyarakat pun bertanya-tanya, bagaimana izin itu bisa keluar jika kemudian dinyatakan melebihi ambang batas aman dan berbahaya bagi anak-anak. 

Dalam rilisnya, Penny mengklaim bahwa pihaknya selama ini telah melakukan pengawasan premarket dan postmarket sesuai dengan ketentuan internasional. 

Menurutnya, pada saat pendaftaran sudah dinyatakan bahwa perusahaan farmasi tidak boleh menggunakan bahan baku yang mengandung EG dan DEG—empat pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol.

Namun sepertinya, beberapa perusahaan disinyalir mengubah bahan baku. Pasalnya, BPOM sendiri dalam pengawasan terhadap kadar pencemar di produk jadi tidak menjadi ketentuan dalam standar pengawasan. 

Ya, standar pembuatan obat tidak mensyaratkan adanya pengawasan produk jadi atas pencemar-pencemar tersebut. Kelemahan dalam pengawasan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh perusahaan farmasi. Perusahaan farmasi bebas mengubah bahan baku tadi. 

Kalau sudah begini memang harus ada langkah-langkah taktis yang secepatnya diberlakukan. Mengingat anak-anak telah menjadi korban akibat obat sirup yang telah beredar di masyarakat. 

Kemenkes melaporkan kasus gagal ginjal per Jumat (21/10/2022), sebanyak 241 anak di 22 provinsi terserang penyakit ini. Sebanyak 133 anak meninggal dunia, 64 anak masih menjalani perawatan, sementara sisanya dinyatakan sembuh.

Angka ini bukan main-main. Bahkan epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman dalam diskusi dari Misteri Gagal Ginjal Akut menyatakan, pemerintah harus segera menetapkan kasus gagal ginjal akut yang menyebabkan kematian pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa atau KLB.

Alasan Dicky, kasus gagal ginjal pada anak merupakan masalah jiwa. Masalah nyawa anak manusia. Dalam hal ini pemerintah telah kecolongan. Karena itu kegagalan ini tidak bisa dibiarkan. 

Penetapan KLB menjadi landasan untuk memudahkan pemerintah dalam menangani kasus gagal ginjal akut. 

Jika mengikuti prosedur KLB, pemerintah diperbolehkan untuk membentuk Satuan Tugas yang bisa mendapatkan data akurat terkait penyebab utamanya terjadinya lonjakan kasus gagal ginjal akut.

Sementara Mabes Polri sudah bergerak cepat. Langkah Polri patut diapresiasi. Sejauh ini Polri telah membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan pidana terkait kasus gagal ginjal akut yang telah menyebabkan ratusan anak meninggal dunia.

Selain bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM, Polri telah melakukan pendalaman terkait potensi dugaaan pidana dua perusahaan farmasi dalam kasus ini.

Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, pihaknya telah menguji sampel urin, darah, dan obat dari pasien gagal ginjal akut anak untuk proses penyelidikan dugaan pidana. Sampel kemudian diuji di Laboratorium Forensik Polri. Meskipun demikian, hingga detik ini belum ada penetapan satu pun tersangka. 

Tentu harapan kita langkah yang diambil pemerintah bisa memberikan titik terang atas penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak. Ini kejadian luar biasa dan harus ditangani dengan cara luar biasa pula. 

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim