Barisan Mantan 

Mantan Kapolri menyambangi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri/Net
Mantan Kapolri menyambangi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri/Net

BUKAN hanya masyarakat yang terenyuh dengan persoalan kepolisian belakangan ini. Para purnawirawan Polri merasakan hal sama. Bahkan tidak tanggung-tunggung, para mantan Kapolri juga ikut bersuara. 

Pada Kamis (27/10) kemarin, barisan mantan Kapolri mendatangi Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel). 

Ada mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Timur Pradopo, Jenderal Polisi (Purn) Dai Bachtiar, dan Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Kemudian ada Jenderal (Purn) Roesmanhadi, Jenderal Polri (Purn) Chairuddin Ismail, Jenderal (Purn) Badrodin Haiti, hingga Jenderal (Purn) Soetanto.

Kehadiran mereka ingin memberi masukan dan saran terhadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo atas peristiwa tidak biasa yang mendera institusi Polri. 

"Jadi kehadiran kami para ke Mabes Polri ini terpanggil tentu dengan situasi yang kita sama-sama prihatin adanya peristiwa. Tentu kami memberikan dorongan semangat, spirit, bagi mereka untuk tabah dan juga berpikir rasional untuk menghadapi situasi ini," menguti kata-kata Da'i Bachtiar.

Memang tidak bisa dipungkiri, kepercayaan masyarakat terhadap Polri sudah 'terjun payung'. 

Hal ini diakui Kapolri periode 2008-2010 Jenderal (Purn) Bambang Hendarso Danuri. Menurutnya, semua ini imbas dari kasus demi kasus yang melibatkan Polri.

Rentetan kasus yang melibatkan Polri di antaranya kasus KM 50, Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan, hingga kasus Teddy Minahasa. 

Inilah yang kemudian membuat kecintaan masyarakat pada Polri semakin menurun. Bahkan sampai muncul tagar #percumalaporpolisi. 

Tagar itu muncul dari kasus dugaan pelecehan anak oleh ayahnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, yang dihentikan penyelidikannya. Kemudian ramai dan viral di media sosial.

Sejak itu, tagar #percumalaporpolisi selalu jadi trending apabila ada kasus yang melibatkan polisi atau kasus yang ditangani polisi berlarut-larut proses hukumnya.  

Sebenarnya, sebelum rentetan kasus-kasus di atas tadi, citra Polri di masyarakat sudah tercemar sejak lama. Hal ini akibat dari aksi-aksi oknum anggotanya di lapangan, terutama yang menangani lalu lintas. 

Aksi yang dilakukan mayoritas oknum Polri ini membuat masyarakat mengelus dada. Wajar, karena bersentuhan langsung dengan masyarakat. 

Cara penanganan tilang menilang contohnya. Banyak oknum polisi lalu lintas di kota-kota besar melakukan penindakan secara asal-asalan. 

Misalnya, pengendara mobil dengan plat nomer luar kota ketika melintas atau masuk ke Surabaya, kerap menjadi 'korban' penilangan ugal-ugalan. Tidak peduli kesalahan. Pokoknya plat nomer luar kota langsung tilang. Ujung-ujungnya damai di tempat. Hingga muncul istilah halus lainnya: sidang di tempat. 

Dari modus penanganan tidak biasa ini, korban tilang kemudian bercuap-cuap ke sana kemari. Ngomong ke temannya, ke keluarganya, ke kerabatnya, ke relasinya, hingga curhat ke medsos. Bahwa polisi seperti ini dan itu. Itu masih satu korban. 

Belum lagi adanya oknum polisi yang meminta jatah dari pengemudi truk di jalan. Istilahnya 'ngemel'. Banyak video viral polisi secara terang-terangan meminta jatah pada sopir truk. 

Dari ulah oknum ini, muncul stigma di masyarakat bahwa semua polisi sama saja.

Miris. 

Dan kini, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo sudah menginstruksikan jajarannya di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri untuk mengurangi tilang manual.

Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022 tanggal 18 Oktober 2022, yang ditandatangani oleh Kepala Korlantas Polri Irjen Pol. Firman Shantyabudi. 

"Penindakan pelanggaran lalu lintas tidak menggunakan tilang manual. Namun hanya dengan menggunakan ETLE baik statis maupun mobile," demikian poin lima surat telegram yang diterbitkan Kapolri.

Langkah Kapolri patut diparesiasi dan didukung. Selain mengoptimalkan tilang elektronik (ETLE) statis maupun mobile, tentu yang namanya tilang di jalanan untuk menghindari maraknya pungutan liar sebagaimana yang terjadi selama ini. 

Karena memang faktor utama perusak citra Polri adalah aksi oknum anggota di jalanan. 

Sudah waktunya Kapolri Sigit melakukan sejumlah langkah-langkah perbaikan di institusi yang dipimpinnya. Kehadiran barisan mantan Kapolri perlu juga diperhatikan secara serius. Turunnya barisan mantan Kapolri mengindikasikan ada yang salah dengan intitusi Polri saat ini. 

Maka, Kapolri Sigit harus melakukan upaya-upaya perbaikan agar Polri kembali dicintai masyarakat.

Dan, upaya perbaikan tersebut harus dilakukan secepatnya. Mengingat daya rusak peristiwa-peristiwa belakangan ini sangat besar. Daya rusaknya telah mengoyak-ngoyak soliditas Polri. Keadilan pun terusik. 

Kalau keadilan terusik, masyarakat tidak percaya lagi dengan keadilan. Pada saat itu masyarakat akan mencari keadilannya sendiri.

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim