Eks Gubernur Jatim Pakde Karwo 3 Jam Diperiksa KPK

Soekarwo usai jalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jatim periode 2014-2018/RMOL
Soekarwo usai jalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jatim periode 2014-2018/RMOL

Gubernur Jawa Timur periode 2014-2019, Soekarwo atau akrab dipanggil Pakde Karwo mengaku didalami soal Peraturan Gubernur (Pergub) 13/2011 oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Hal itu disampaikan Pakde Karwo usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jatim periode 2014-2018 untuk tersangka Budi Setiawan (BS) di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa petang (8/11).

Selama tiga jam diperiksa sejak pukul 15.00 WIB, Pakde Karwo mengaku hanya ditanya soal Pergub 13/2011 tentang struktur dalam pengambilan keputusan bantuan keuangan ke daerah.

"Menjelaskan Pergub 13/2011 tentang struktur di dalam mengambil keputusan bantuan keuangan ke daerah, itu saja," ujar Pakde Karwo kepada wartawan, Selasa petang (8/11).

Pakde Karwo menegaskan, dirinya dipanggil dan diperiksa sebagai saksi atas persoalan Budi Setiawan. Artinya, Pergub 13/2011 tidak ada permasalahan.

"Ya kasusnya Pak Budi berarti, bukan pelaksanaannya yang jadi permasalahan," kata Pakde Karwo.

Bahkan, Pakde Karwo mengatakan bahwa, yang dipersoalkan oleh KPK adalah perilaku oknum yang bermain dalam Banprov Jatim, karena Pergub 13/2011 sudah sesuai.

"Ya nggak boleh, nggak boleh (kelakuan oknum yang korupsi)" pungkasnya.

KPK pada Jumat (19/8) mengumumkan dan menahan tersangka baru kasus dugaan suap pengurusan Banprov Jatim. Tersangka yang dimaksud, yaitu Budi Setiawan (BS) selaku Kepala BPKAD Provinsi Jatim tahun 2014-2016 dan Kepala Bappeda Provinsi Jatim tahun 2017-2018.

Dalam perkaranya, paska pelantikan Syahri Mulyo sebagai Bupati Tulungagung pada 2013, Syahri menemui Kepala Bappeda Jatim untuk mendapatkan dukungan pembangunan di Tulungagung.

Setelah pertemuan tersebut, Syahri menyampaikan kepada Kepala Dinas PUPR Tulungagung dan Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman bahwa ia sudah membuka "pintu" dan selanjutnya memerintahkan Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR, memerintahkan Sudarto selaku selaku Kepala Dinas Pengairan, Pemukiman dan Perumaham Rakyat agar mengurus dan melakukan komunikasi lanjutan dengan Bappeda Jatim dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim agar Tulungagung mendapatkan alokasi Banprov Jatim untuk infrastruktur.

Kewenangan pemberian Banprov Jatim adalah pada Gubernur Jatim, namun pada pelaksanaannya, analisis kebutuhan penempatan Banprov Jatim didelegasikan kepada Kepala Bappeda. Sehingga Kepala Bappeda yang melakukan analisa kebutuhan masing-masing Kabupaten Kota di Jatim.

Namun, dalam pelaksanaannya, Kepala Bappeda juga memberikan alokasi pembagian tersebut kepada pihak lainnya, seperti Kepala BPKAD Provinsi Jatim.

Atas alokasi dan distribusi pembagian tersebut, maka Budi Setiawan selaku Kepala BPKAD Provinsi Jatim tahun 2015-2016 dapat mendistribusikan pembagian Bantuan Keuangan tersebut kepada Kabupaten/Kota yang direkomendasikannya, namun keputusan akhir atas pembagian tersebut tetap ada pada Kepala Bappeda.

Selanjutnya pada tahun 2015, Sutrisno dan Sudarto mengadakan pertemuan dengan Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Bappeda Jatim untuk memberikan proposal pengajuan permintaan alokasi Bantuan Keuangan Infrastruktur Provinsi Jatim.

Pada pertemuan tersebut, masing-masing pihak telah mengetahui bahwa apabila disetujui maka akan ada pemotongan untuk fee bagi pihak Bappeda Jatim sebesar 7,5 persen dari alokasi yang cair.

Selain melalui jalur Budi Juniarto, masih pada tahun yang sama yaitu tahun 2015, Sutrisno melakukan pertemuan dengan tersangka Budi Setiawan. Dalam pertemuan tersebut pada intinya adalah Sutrisno meminta bantuan kepada Budi Setiawan agar ada alokasi Banprov Jatim kepada Kabupaten Tulungagung.

Pada pertemuan tersebut, Budi Setiawan sepakat akan memberikan Banprov Jatim kepada Kabupaten Tulungagung dengan pemberian fee antara 7-8 persen dari total anggaran yang diberikan.

Masih pada tahun 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan Banprov Jatim sebesar Rp 79,1 miliar. Atas alokasi Banprov Jati yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, maka Sutrisno memberikan fee kepada tersangka Budi Setiawan sebesar Rp 3,5 miliar. Fee tersebut diserahkan oleh Sutrisno langsung kepada tersangka Budi Setiawan di ruangan kepada BPKAD Pemprov Jatim.

Fee yang dikumpulkan oleh Sutrisno tersebut berasal dari pengusaha di Kabupaten Tulungagung yang mengerjakan pekerjaan yang mana sumber dana untuk pekerjaan tersebut adalah berasal dari Banprov Jatim.

Kemudian pada 2017, tersangka Budi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bappeda Pemprov Jatim. Sehingga, kewenangan pembagian Bantuan Keuangan menjadi kewenangan mutlak tersangka Budi Setiawan.

Sehingga, pada tahun 2017 itu, Sutrisno atas izin Syahri juga diminta untuk mencarikan anggaran Banprov Jatim, sehingga pada tahun itu Sutrisno juga menemui tersangka Budi Setiawan untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung, sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017 Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi Bantuan Keuangan sebesar Rp 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 29,2 miliar.

Sebagai komitmen atas alokasi Banprov Jatim yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, maka pada tahun 2017 dan tahun 2018 Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan fee sebesar Rp 6,75 miliar kepada tersangka Budi Setiawan.