Polrestabes Surabaya tengah mendalami dugaan kasus ujaran kebencian yang dilakukan DW, seorang pengusaha di kawasan Jemur Andayani Surabaya terhadap Jurian Salamena dan Marsekan Ibrahim.
- Kemeriahan Karnaval Budaya Tutup Rangkaian Munas VII APEKSI 2025 di Surabaya
- Hari Kedua Ladies Program APEKSI, Istri Kepala Daerah Antusias Belajar Meracik Rujak Cingur di Surabaya
- Dari Surabaya untuk Indonesia, Munas APEKSI 2025 Tegaskan Komitmen Pemerataan Pembangunan
Demikian disampaikan Jan Labobar, kuasa hukum Jurian dan Marsekan kepada Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (10/11)
"Perkaranya ditangani oleh Jatanras, kemarin hari Rabu, tanggal 9 November 2022 kedua klien kami sudah diperiksa untuk dimintai keterangan," ujarnya.
Dijelaskan Advokat Jan Labobar, peristiwa dugaan ujaran kebencian tersebut terjadi ketika Jurian dan Marsekan menyelesaikan masalah hutang suami DW.
"Bukan penyelesaian yang didapat, tetapi keduanya justru mendapat umpatan yang mengandung rasisme, dengan mengatakan klien kami Badut Ambon," terangnya.
Tak terima dengan perlakuan tersebut, lanjut Jan Labobar, peristiwa ujaran kebencian yang mengandung rasisme tersebut dilaporkan ke Polrestabes Surabaya dengan tanda bukti lapor Nomor: LP/B/1253/11/2022/SPKT POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR, tanggal 3 November 2022.
"Kami sangat menyesalkan peristiwa ini. Sebutan Badut Ambon merupakan suatu penghinaan yang sangat menyinggung harkat dan martabat serta perasaan masyarakat Ambon. Dalam hal ini ucapan Badut Ambon tidak dapat dimaknai secara terpisah, melainkan merupakan satu kesatuan," kata Jan Labobar.
Dia berharap agar penyidik Jatanras Polrestabes Surabaya untuk serius menangani kasus dugaan ujaran kebencian ini.
"Sehingga dapat meredam kejadian dikemudian hari sehubungan dengan ucapan yang berbau rasis tersebut," harapnya.
Selain dilaporkan ke Polrestabes Surabaya, dugaan rasisme tersebut juga dilaporkan ke Polda Jatim. Laporan tersebut dilayangkan oleh Masyarakat Ambon yang tergabung dalam Maluku 1 Rasa (M1R] Jawa Timur, dengan tanda bukti lapor Nomor: TBL-B/584.01/XI/2022/SPKT/
"Beda pelapor, kalau yang di Polda Jatim pelapornya adalah Ketua M1R Jatim, Baharudin," tandas Jan Labobar.
Diketahui, dalam laporan polisi tersebut, DW disangkakan dengan Pasal 16 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 tentang Diskriminasi Ras dan Etnis, denan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kemeriahan Karnaval Budaya Tutup Rangkaian Munas VII APEKSI 2025 di Surabaya
- Hari Kedua Ladies Program APEKSI, Istri Kepala Daerah Antusias Belajar Meracik Rujak Cingur di Surabaya
- Dari Surabaya untuk Indonesia, Munas APEKSI 2025 Tegaskan Komitmen Pemerataan Pembangunan