Sekongkol Palsukan Surat, Pasutri Notaris di Surabaya Divonis 1 Tahun Penjara Tapi Tidak Ditahan 

Terdakwa Feni Talim dan terdakwa Edhi Susanto saat sidang di PN Surabaya/RMOLJatim
Terdakwa Feni Talim dan terdakwa Edhi Susanto saat sidang di PN Surabaya/RMOLJatim

Edhi Susanto dan Feni Talim, pasangan suami Istri (pasutri) yang berprofesi sebagai Notaris di Surabaya diganjar hukuman 1 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.


Pasutri Notaris itu divonis atas kasus pemalsuan surat kuasa atas sertifikat tiga bidang tanah yang seolah-olah dibuat oleh Itawati (saksi korban).

Dalam amar putusannya di ruang sidang Garuda 2 PN Surabaya yang dibacakan secara terpisah, ketua majelis hakim yang diketahui Suparno menyatakan Terdakwa Edhi Susanto terbukti bersalah melanggar Pasal 263 ayat (1). Sedangkan istrinya Feri Talim terbukti melanggar Pasal 263 ayat (2).

Hakim Suparno dalam vonisnya juga mengatakan tiga bukti berupa tiga Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terletak di Jalan Rangkah Yang VII, Kelurahan Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya dikembalikan kepada Itawati Sidharta sebagai pemilik.

Meski dinyatakan terbukti bersalah dan divonis 1 tahun penjara, namun nasib pasutri Notaris itu masih mujur karena majelis hakim tidak menjebloskan mereka ke dalam penjara.

Atas vonis tersebut, jaksa Kejati Jatim Hari Basuki masih menyatakan pikir-pikir, sebab sebelumnya dia telah mengajukan tuntutan 2 tahun penjara terhadap dua pasangan Notaris ternama di Surabaya tersebut.

"Kami pikir-pikir mas, dan hasil putusan perkara ini akan kami laporkan ke pimpinan dulu," ujarnya Hari Basuki saat dikonfirmasi usai persidangan.

Sementara itu, Ronald Talaway, selaku kuasa hukum terdakwa Edhi Susanto dan Feni Talim sontak menyatakan banding. 

"Masih banyak putusan hakim yang perlu diteliti kebenaranya, oleh karena itu saya ajukan banding," ujar Ronald selepas sidang.

Terpisah, Ma'ruf Syah selaku kuasa hukum korban mengatakan bahwa putusan majelis hakim dinilai tidak adil. Sebab, vonis terlalu ringan. 

"Terlalu ringan. Ancaman pidananya 6 tahun. Selain itu, kedua terdakwa tidak dilakukan penahanan. Tentu saja kami kecewa. Kami akan terus berupaya mencari keadilan tersebut," kata Ma'ruf. 

Diketahui, perkara ini berawal saat Hardi Kartoyo berniat menjual tiga bidang tanah dan bangunan kepada Tiono Satria Dharmawan pada 2017. Ketiga SHM atas nama Itawati Sidharta yang berlokasi di Kelurahan Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya tersebut sesuai kesepakatan dijual dengan harga Rp 16 miliar.

Untuk memproses jual-beli antara Hardi Kartoyo dan Tiono Satrio, diperlukan sejumlah perubahan dalam perjanjian, diantaranya perubahan sampul sertifikat yang lama (gambar bola dunia) menjadi gambar Garuda. Untuk merubah tersebut perlu tanda tangan penjual yakni Hardi Kartoyo.

Edhi Susanto dan istrinya Feni Talim diduga menggunakan surat kuasa palsu yang seolah-olah dibuat oleh Itawati. Di dalam surat kuasa palsu itu, Itawati seolah-olah memberikan surat kuasa kepada kedua terdakwa untuk mengurus pengecekan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Surabaya II. 

Kerugian akibat surat kuasa palsu itu, membuat luas bidang tanah di sertifikat korban menyusut, terlebih lagi dua terdakwa justru menolak menyerahkan sertifikat saat diminta oleh pemiliknya Hardi Kartoyo dan Itawati Sidharta.