Sidang Kades Klatakan Diwarnai Aksi Unjukrasa Ratusan Warga 

Massa pendukung Kades Ali Wafa saat mendatangi Pengadilan Negeri Jember/RMOLJatim
Massa pendukung Kades Ali Wafa saat mendatangi Pengadilan Negeri Jember/RMOLJatim

Sidang agenda pemeriksaan saksi dengan terdakwa Ali Wafa, Kepala Desa Klatakan, Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember, digelar pada Rabu sore (7/12). 


Sidang diwarnai aksi unjukrasa. Polres Jember dibantu pasukan Brimob Polda Jatim, berjaga-jaga di sekitar Pengadilan Negeri Jember untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Salah seorang dari mereka berorasi dari truk yang membawa sound system, menuntut pengalihan penahanan Kades dari tahanan rutan menjadi tahanan Kota. 

Sementara sidang terdakwa Ali Wafa di ruang sidang Candra tetap berlangsung dengan aman dan lancar. 

Agenda pemeriksaan tiga orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Adik Sri Sumarsih. Ketiganya adalah  H. Marsuki Abdul Ghofur salah saksi pelapor, mantan Kades Klatakan Romlan Hadi Wijaya dan mantan Pj. Kades Wiwid Widianto.

“Ada 3 Saksi yang kami ajukan, namun 1 saksi atas nama Marsuki Abdul Gofur tidak bisa hadir dikarenakan sakit, ada surat izinnya," ujar JPU, Adik Sri Sumiarsih dikutip Kantor Berita RMOLJatim. 

Dijelaskan JPU, Romlan Hadi Wijaya, dalam kesaksiannya menyatakan, pihaknya menjabat sebagai Kepala Desa Klatakan sejak 2014 sampai Desember 2020. Namun pada saat awal menjabat, tanah kas desa statusnya juga sedang dikelola oleh kades yang lama selama 2 tahun.

Saksi mengaku pernah menyewakan Tanah Kas Desa (TKD) melalui proses lelang tahun 2020 untuk masa tanam tahun 2021 dengan masa tebang tahun 2022. Besaran sewa pertahun Rp. 325 juta. 

Penyewaan lahan tebu tersebut diakuinya melewati masa jabatannya, karena di awal menjabat, tidak bisa menggarap tanah kas desa tersebut, karena sudah disewakan mantan kades sebelumnya. 

"Sedangkan mantan PJ Kades Klatakan, Wiwid Widianto, hanya melakukan konpensasi Dana TKD (Rp 150 juta). Pak Wiwid tidak ikut menyewakan, yang menyewakan tetap pak Ramelan, saat masih menjabat Kades Klatakan," katanya.

Sementara Mohammad Husni Thamrin SH, kuasa hukum Terdakwa Ali Wafa, menjelaskan bahwa saksi mantan Kades Klatakan, Ramelan tidak bisa menyebutkan dasar hukum lelang TKD. Termasuk juga saat ditanya soal tugas-tugas sebagai Kades. Saksi hanya mengaku membaca selebaran. 

"Bahkan saat ditunjukkan Perdes tahun 2018, yang ditangani dia sendiri (Ramelan), bilang lupa. Kacau juga kalau ada kepala desa seperti ini," ucap pengacara, yang biasa dipanggil Pak Tamrin ini.

Menurut Tamrin, Romelan juga mengaku menyewakan TKD berdasarkan kebiasaan Kades sebelumnya, dan mengaku tidak tahu dasar hukumnya. 

Demikian juga dengan keterangan PJ Kades Wiwid Widianto, menjelaskan ada berita acara pemenang lelang, H Abdul Ghafur, tahun 2021. Harga sewa per hektar Rp 10 juta per Hektar, namun hanya membayar Rp 150 juta. 

"Seharusnya bayar Rp 470 juta, jika dilakukan lelang dengan benar," katanya. 

Hal seperti ini bisa dikatakan lelang fiktif, seolah-olah ada lelang, kenyataan tidak ada lelang. 

Atas keterangan ini, Thamrin optimis kliennya bisa lepas dari dakwaan jaksa penuntut umum.