Pakar Hukum: Bharada E Hanya Tumbal Kejahatan Atasan

Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E mengenakan rompi tahanan Kejaksaan/Ist
Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E mengenakan rompi tahanan Kejaksaan/Ist

Posisi Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat posisinya sangat jelas sebagai korban penyalahgunaan kekuasaan (victims of abuse of power).


Demikian pendapat pakar hukum Azmi Syahputra dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Senin (19/12).

“Karena jelas berdasarkan keadaan dan pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di persidangan bahwa dirinya sebagai tumbal, orang yang terintimidasi sehingga sangat tidak adil baginya dan semestinya tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku, karena sebenarnya dalam skenarionya ia hanya dijadikan "bamper atau tumbal kejahatan atasannya," kata Azmi.

Dosen hukum pidana Universitas Trisakti ini mengungkap, dari fakta-fakta persidangan, sebenarnya Bharada E tidak mempunyai keinginan untuk melakukan perbuatan membunuh Brigadir Yosua. Mengingat, kata Azmi, kehendak dan perintah membunuh tersebut berasal dari luar diri Bharada E.

“Sangat jelas terlihat posisi Bharada E terdapat hubungan subordinasi yang tidak seimbang, karena dominasi dari pemberi perintah dalam hal ini kedudukan pelaku utama yang juga sebagai perwira tinggi. Tentunya sebagai bawahan tidak berani membantah atasan, secara dalam praktiknya jika bawahan sudah mendapat perintah dari atasan pasti bawahan merasa harus patuh dan yakin serta aman dilindungi,” beber Azmi.

Dengan fakta tersebut, kata Azmi, Bharada E yang tadinya diposisikan oleh Ferdy Sambo sebagai pelaku utama kini menjadi posisi kunci.

“Sebab dari keterangannya pulalah dapat mengungkap dan menemukan kejelasan tentang kasus pembunuhan Brigadir J menjadi terang termasuk menemukan para pelaku utamanya, karenanya atas perannya tersebut berhak atas dirinya memperoleh keadilan,” ujar dia.

Atas dasar fakta dan perannya Bhadara E tersebut, bagi Azmi, harus menjadi pertimbangan hakim maupun penuntut untuk melihat peran penting Bharada E guna menemukan alasan penghapusan pidana atau dasar hukum yang meringankan bagi Bharada E.

Karena menurut Azmi, dalam hukum itu mengenal asas accesoriumnon ducit, sed sequitur, suum principale yang artinya pelaku pembantu itu tidaklah memimpin, melainkan mengikuti pelaku utamanya.

“Sehingga dari kasus ini karena ketidaktahuannya dan ia tidak ikut aktif dalam skenario pembunuhan Brigadir Yosua, semestinya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum namun pertanggungjawaban hukumnya diminta harus dibebankan kepada pihak yang memberi perintah, sebagai aktor yang paling dominan tersebutlah yang memiliki motivasi kuat yang mempengaruhi motif dalam perbuatannya,” beber Azmi.

Sebenarnya, menurut Azmi, dalam persidangan sudah dibuktikan lewat fakta dan berkesesuaian buktinya bahwa, Bharada E melakukan perbuatan tersebut dalam keadaan paksaan yang tertekan psikisnya sekaligus demi menjalankan perintah atasannya yang dikategorikan sebagai korban penyalahgunaan kekuasaan, sehingga sepanjang Bharada E tidak punya alternatif lain untuk tidak menuruti perintah atasannya tersebut.

“Maka dalam hukum pidana, hal ini dapat diakui sebagai keadaan alasan pembenar maupun alasan pemaaf termasuk hilangnya sifat melawan hukum. Kenyataan adanya keadaan tertentu inilah yang tidak terbantahkan, tentu hal ini dapat menjadi poin dalam keseimbangan keadilan (balancing justice),” demikian Azmi.