Gandeng Intelektual Jepang, Dewan Surabaya Siapkan Inovasi Mengevaluasi Kebijakan Pemkot

Teks foto: Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH Thony bersama dengan perwakilan Japan Initiative (tengah) dan anggota Komisi D DPRD Surabaya, Diah Katarina
Teks foto: Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH Thony bersama dengan perwakilan Japan Initiative (tengah) dan anggota Komisi D DPRD Surabaya, Diah Katarina

Wakil Ketua DPRD Surabaya, A.H Thony bersama anggota Komisi D, Diah Katrina menerima perwakilan dari Japan Initiative bernama Taki Kitada. 


Dalam kesempatan itu, mereka berdiskusi mengenai inovasi yang ditawarkan oleh Pemerintah Jepang, melalui Japan Initiative. 

Program tersebut bernama ‘Program Review’ atau inovasi mengevaluasi kebijakan Pemerintah Kota Surabaya, yang lebih tepat sasaran.  

AH Thony menjelaskan, bahwasannya program ini menarik untuk mengurai dan menilai kebijakan pemerintah yang relevan atau tidak. Pasalnya, program ini melibatkan masyarakat.  

“Program Review ini adalah sebuah program atau giat untuk mengevaluasi program apa saja yang sudah dibuat. Misalkan, ketika kita menginisiasikan suatu program kemudian kita jalankan. Nah, dengan Program Review ini, nantinya kita bisa menilai apakah program ini bisa dipertahankan, atau harus dibenahi, atau bahkan dihentikan,” kata AH Thony dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (28/1).

Thony mengungkapkan, review ini nantinya bakal melibatkan banyak pihak, terutama masyarakat kota. 

Dalam realisasinya, akan ada uji komparatif yang dilaksanakan oleh tim evaluator. Tim ini nantinya melibatkan masyarakat dan birokrat luar lainnya.  

“Karena ini kan berkaitan dengan program nasional, untuk mengkomparasi apakah di Surabaya bisa dilaksanakan dengan baik dibandingkan dengan daerah lain. Maka, evaluator itu kita datangkan dari luar Surabaya. Hal ini, dimaksudkan untuk objektivitas dari evaluasi itu bisa dijaga,” ujarnya.  

Menyambung penjelasan Thony, Kitada menjabarkan bahwa program ini didukung oleh Pemerintah Jepang. 

Program ini sendiri sudah diuji coba di dua desa yang berlokasi di Kabupaten Bantul pada tahun kedua, setelah tahun pertama kurang bisa berjalan maksimal karena pandemi Covid-19.  

“Program ini lahir karena peliknya permasalahan yang disebabkan dislokasi anggaran dari berbagai kebijakan, terutama program otoritas daerah,” kata Kitada.  

Lebih konkrit, lanjutnya, program memiliki sesi yang sangat singkat yakni hanya satu jam untuk mendapatkan keputusan apakah suatu kebijakan atau program yang dijalankan oleh Pemerintah layak dipertahankan, harus dimodifikasi ataupun dicabut.  

Sistem ini berjalan dengan dikumpulkannya perwakilan dari masyarakat secara acak, pakar ataupun pihak legislatif sebagai evaluator, dengan pemangku program yang dalam hal ini adalah pemerintah dalam sebuah diskusi. 

Nantinya, dalam forum ini akan ada sebuah poling terkait dengan salah satu program pemerintah, yang bakal menjadi bahasan.  

“Jadi setelah pemangku kebijakan menjelaskan tentang programnya, para evaluator ini nantinya akan melakukan voting apakah kebijakan itu harus lanjut, dibenahi, atau dihentikan. Setelah voting, hasilnya akan diumumkan langsung,” paparnya.  

Namun, gagasan ini merupakan inisiatif murni dari Japan Initiative yang belum berlandaskan hukum. 

Karena itu, Program Review ini adalah sebagai salah satu langkah yang bisa diterapkan tidak hanya di pemerintahan, namun juga dalam lingkup lain seperti kebijakan perusahaan swasta atau hal lainnya.  

Kendati demikian, Kitada menuturkan bahwa program ini merupakan lanjutan sister city antara Kochi dan Surabaya. 

Pasalnya, Program Review ini dapat diaplikasikan hingga lingkup terkecil, semisal di kawasan RT RW, sekolah dan organisasi lain.  

“Program Review juga dapat mengarahkan otoritas untuk berjalan bersama masyarakatnya. Tapi yang perlu diingat adalah, meskipun nantinya ada pihak yang kurang puas dengan hasil voting tersebut, setidaknya ini adalah satu langkah agar kota menjadi lebih baik lagi,” pungkas Kitada.