Ekonom Unej: Pemerintah Jangan Ragu Tetapkan Kebijakan Perubahan Berkala Harga BBM Nonsubsidi

Ciplis Gema Qori'ah/RMOLJatim
Ciplis Gema Qori'ah/RMOLJatim

Ekonom dari Universitas Jember (Unej), Ciplis Gema Qori'ah meminta pemerintah tidak ragu-ragu dalam mengeluarkan kebijakan. Dia menilai kebijakan perubahan harga jual bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi secara berkala sudah tepat.


Dia percaya masyarakat kelas menengah atas akan cepat beradaptasi dengan kenaikan harga BBM nonsubsidi secara berkala.

Namun, pemerintah pusat perlu melibatkan pemerintah daerah lebih intensif untuk menyosialisasikannya kepada masyarakat.

"Kalau harga tetap, orang akan cenderung boros. Jika harga fluktuatif, dia akan berhitung. Ketika harga BBM fluktuatif, maka akan terjadi perubahan pola pikir ekonomi pada kelompok menengah ke atas agar lebih efisien," kata Ciplis, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (24/2).

Menurut peneliti Kelompok Riset Data Satu Unej ini, perubahan harga BBM nonsubsidi berkala ini tidak akan terlalu berdampak terhadap inflasi. Kelompok kelas menengah ke atas tidak akan signifikan merasakannya.

"Justru jika harga BBM nonsubsidi tetap saat harga minyak mentah dunia berubah, maka pemerintah tetap terbebani. Padahal selama ini pemerintah belum bisa menuntaskan pekerjaan rumah untuk BBM bersubsidi," terangnya.

Selama ini, lanjut dia, pihaknya belum bisa membuat basis data sasaran atau kelompok yang berhak menerima subsidi BBM dengan tepat. Karena itu, masih menjado  pekerjaan rumah besar.

Selain itu, pemerintah juga belum bisa merekam perubahan kemampuan ekonomi individu masyarakat yang semula berhak mengonsumsi BBM bersubsidi dengan yang tidak. Padahal beban subsidi yang ditanggung negara seharusnya dikurangi secara bertahap dari waktu ke waktu dan dialihkan untuk sektor lain yang lebih produktif.

Sebelumnya, Menteri BUMN, Erick Thohir mengatakan, harga BBM nonsubsidi sudah seharusnya disesuaikan harga pasar.

"Namun untuk membuktikan bahwa pemerintah hadir, pada kebijakan sebelumnya, ketika harga minyak dunia tinggi, pemerintah meminta Pertamina untuk tidak menaikkan harga," katanya.

Alhasil, kenaikan harga BBM nonsubsi di setiap wilayah seperti di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur hingga Papua bisa berbeda-beda sebagaimana terjadi sejak medio Agustus 2022 lalu.

Erick sedang membahas kemungkinan harga pertamax disesuaikan dengan harga pasar.

"Kita mau konsultasi dulu, agar harga pertamax di Indo besok, bisa diumumkan tiap minggu, biar bisa sesuai sama harga pasar," harap dia.

Hal senada disampaikan pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi. Dia menilai, ide mengevaluasi harga BBM nonsubsidi mengikuti harga pasar yang terus bergerak sangat tepat untuk diterapkan. Pengguna BBM nonsubsidi sebagian besar adalan kalangan menengah ke atas.

Dijelaskan Fahmi, pemerintah dan Pertamina perlu menggencarkan edukasi kepada masyarakat tentang mekanisme penetapan harga BBM nonsubsidi yang benar. Konsumen BBM nonsubsidi akan menerima fluktuasi harga, apalagi naik atau pun turun harganya juga tidak terlalu besar.

"Kebijakan itu, sudah tepat dan konsumen nantinya secara otomatis akan terbiasa tapi agar membiasakan konsumen," terang Fahmi.

Jika kebijakan perubahan berkala harga BBM nonsubsidi dikhawatirkan memicu inflasi, Ciplis mengatakan, langkah antisipasi dengan melibatkan pemerintah daerah yang seharusnya dilakukan.

Pemerintah daerah bisa memberikan bantuan biaya distribusi kepada sektor usaha yang bergerak di bidang produksi kebutuhan penting masyarakat.

Dia juga berharap sosialisasi penggunaan kendaraan listrik oleh pemerintah daerah semakin diintensifkan untuk mengiringi kebijakan di sektor migas.

"Indonesia juga harus terus berinovasi menciptakan energi terbarukan. Bagaimana BBM berbasis fosil bisa digantikan BBM energi terbarukan," tegas dia.