Cerita Ibu Korban Tragedi Kanjuruhan: 20 Tahun Jualan Kue hingga Kerja Serabutan Demi Anak

Kelurga korban Tragedi Kanjuruhan/Ist
Kelurga korban Tragedi Kanjuruhan/Ist

Bagi seorang ibu tidak mudah melupakan kepergian buah hatinya untuk selamanya. 20 tahun Siti Mariam mendidik dan membesarkan hingga ke jenjang kuliah dengan nafkah yang didapat dari hasil jualan kue dan pekerjaan serabutan sang suami.


Naas, impian anaknya untuk menjadi seorang sarjana harus buyar akibat Tragedi Kanjuruhan. Lutvi Adamayanti, warga Blimbing Kota Malang, salah satu dari 135 korban jiwa yang memilukan tersebut.

Namun Siti Mariam tetap berusaha tegar dan melupakan Tragedi Kanjuruhan tersebut. Dirinya tidak ingin berlarut dalam kesedihan. Apalagi terlalu mencampuri urusan hukum yang sudah jelas adalah wenang hakim untuk memutuskan persidangan.

Siti Mariam mengungkapkan pasrah dan merelakan segala keputusan hakim dan tak ingin terlibat dengan hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. Seperti melakukan aksi terhadap keputusan persidangan para terdakwa.

"Saya ikhkas dan mrelakan semuanya. Biarkan semua berjalan sesuai skenario Tuhan. Urusan keadilan, ada hakim yang lebih berhak memutuskan semuanya," kata Siti Mariam, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (16/3).

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis bebas mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan Mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dalam kasus Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 135 nyawa melayang.

Sementara itu, AKP Hasdarmawan divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Dalam putusannya, hakim menilai Hasdarmawan melanggar Pasal 359 KUHP yang menyebabkan mati atau luka-luka disebabkan kealpaan.

Namun dua terdakwa lainnya dinyatakan bebas. Yakni AKP Bambang Sidik Achmadi yang merupakan mantan Kasat Samapta Polres Malang dan Mantan Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto.

Untuk diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis 1 tahun penjara pada Security Officer Arema FC Suko Sutrisno. Ia dianggap terbukti bersalah dalam Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang.

Putusan tersebut lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar terdakwa divonis 6 tahun 8 bulan penjara. Pun demikian lebih rendah dari vonis yang diterima oleh Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC Abdul Haris yang hanya 1,5 tahun penjara.

Sementara Abdul Haris, terdakwa perkara Tragedi Kanjuruhan, divonis 1 tahun 6 bulan pidana penjara. Terdakwa dinilai bersalah karena kealpaan yang menyebabkan kematian atau luka-luka.

Sidang pembacaan vonis digelar sekitar pukul 10.35 WIB di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Haris hadir dengan memakai kemeja putih dan celana hitam

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Abdul Haris dengan pidana 1 tahun 6 bulan pidana penjara," kata ketua majelis hakim PN Surabaya Abu Achmad Sidqi Amsya, Kamis (9/3/2023).