Rp 300 T, Siapa Pembuat Hoaks Terbaik?

Ilustrasi gedung kemenkeu/net
Ilustrasi gedung kemenkeu/net

MENTERI Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD: Kemarin ada 69 orang dengan nilai hanya tidak sampai triliunan, hanya ratusan miliar. Sekarang hari ini sudah ditemukan lagi kira-kira Rp 300 triliun itu, harus dilacak. Ini yang saya sampaikan tidak hoaks, ada datanya tertulis.

Menteri Keuangan Sri Mulyani: Sampai siang ini saya belum pernah menerima data dari PPATK terkait transaksi mencurigakan Rp 300 triliun. Informasi yang disampaikan PPATK ke Menkeu atau Kemenkeu tidak sama dengan yang disampaikan kepada Pak Mahfud dan yang disampaikan ke Aparat Penegak Hukum.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana: Kasus-kasus itu lah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut kemarin Rp 300 triliun. Dalam kerangka itu perlu dipahami, bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan. Tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kemenkeu yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami, saat melakukan hasil analisis, kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti.

Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan: Jadi jelas, prinsipnya angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi atau TPPU pegawai di Kementerian Keuangan. Mengenai informasi-informasi pegawai, itu kita tindak lanjuti secara baik, proper, kita panggil, dan sebagainya. Intinya, ada kerjasama antara Kementerian Keuangan dan PPATK begitu cair.

Ya, betapa entengnya orang-orang tersebut di atas saling klaim dan bantah. Mereka yang melempar isu, mereka pula yang membantah. 

Rp 300 triliun bukan kaleng-kaleng. Benar-benar super jumbo. Skandal Bank Century sebesar Rp 6,762 triliun belum ada apa-apa, meski kasusnya menguap begitu saja dan tidak ada jluntrungannya.

Bahkan pak Jokowi tak perlu repot-repot mencari investor untuk membangun IKN (Ibu Kota Negara). Sebab dana Rp 300 triliun yang mencurigakan itu hampir setara dengan dua pertiga atau 64 persen anggaran membangun IKN yakni sebesar Rp 466 triliun.

Namun demikian, patut dipertanyakan apa benar ada transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun sebagaimana yang disampaikan Mahfud MD. Kalau benar ada, berarti harus diusut Kemenkeu. Atau sebaliknya bantahan Sri Mulyani dan anakbuahnya yang hoaks. 

PPATK sendiri usai isu ini ramai, mendadak menjadi plintat plintut. Dana transaksi Rp 300 triliun tidak lagi dianggap mencurigakan. Orang awam pasti bertanya-tanya, mengapa dana sebesar itu tidak masuk dalam kategori tindak pidana tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Meminjam istilah Mahfud MD, bahwa pencucian uang sebenarnya   lebih besar dari korupsi, sebab tidak sekedar mengambil uang negara.

Mahfud MD harus bisa membuktikan ucapannya agar tidak dicap penyebar hoaks. Sri Mulyani juga. PPATK juga. Atau mereka bisa dikenakan pasal 45A ayat (1) UU ITE, bahwa setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Selain itu, banyak pihak yang mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan mengusut kasus tersebut. Tidak cuma KPK, Jaksa Agung pun harus turun jika ternyata ucapan Mahfud MD sesuai fakta. 

Saat ini Komisi III DPR menjadwalkan akan memanggil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana untuk menjelaskan pernyataannya yang plintat plintut. Pun Mahfud MD dipanggil. Sri Mulyani menyusul berikutnya.

Kita tunggu saja siapa di antara mereka pembuat hoaks terbaik?

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim