Nurul Ghufron: Putusan MK Tanda Kemenangan Demokrasi Berkonstitusi

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron/RMOL
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron/RMOL

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersyukur Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan seluruh permohonannya atas Judicial Review (JR) UU KPK tentang usia minimum dan masa jabatan pimpinan KPK.


"Ini kemenangan bersama demokrasi berkonstitusi," ujar Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (25/5).

Sebagai pemohon gugatan itu, Ghufron menyampaikan ucapan syukur karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima seluruh permohonannya.

"Tak lupa saya sampaikan terimakasih kepada Majelis Hakim MK yang telah memutus menerima permohon JR saya, juga kepada segenap masyarakat yang telah memperhatikan dan turut memberikan pandangan baik yang pro maupun kontra," kata Ghufron.

Ghufron menilai, hal tersebut merupakan bukti kemewahan berdemokrasi dalam koridor konstitusi yang harus dijaga dan dirawat selalu secara rasional dan tidak emosional.

"Ini bukti bahwa ketidaksetujuan dan pro kontra adalah sahabat dalam proses pencarian keadilan dalam negara berkonstitusi UUD 1945," pungkas Ghufron.

Dalam sidang terbuka yang disiarkan langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (25/5), MK mengabulkan permohonan uji materi UU KPK terkait usia minimum dan masa jabatan pimpinan KPK yang diajukan Ghufron.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Konstitusi, Anwar Usman saat membacakan amar putusan.

MK menyatakan, Pasal 29 huruf e UU 19/2019 tentang KPK yang semula berbunyi "Berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan".

Selain itu, MK menyatakan bahwa Pasal 34 UU 30/2002 tentang KPK yang semula berbunyi "Pimpinan KPK memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Pimpinan KPK memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI sebagaimana mestinya," kata Anwar.

Sementara itu Hakim Konstitusi lainnya, Arief Hidayat membeberkan pertimbangan-pertimbangan putusan tersebut. Menurut MK, secara kelembagaan, KPK diperlakukan berbeda dengan lembaga constitutional importance yang bersifat independen lainnya yang memiliki masa jabatan pimpinannya selama lima tahun. Di mana, lembaga constitutional importance menurut MK, yaitu Kejaksaan, KPK, Otoritas Jasa Keuangan, dan Komnas HAM.

MK menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan telah menyebabkan dinilainya kinerja dari pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden dan DPR dalam periode masa jabatan yang sama.

"Penilaian dua kali terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK, karena dengan kewenangan presiden dan DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya berpotensi tidak saja mempengaruhi independensi pimpinan KPK, tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri kembali pada seleksi calon pimpinan KPK berikutnya," jelas Arief.

Arief menjelaskan, perbedaan masa jabatan KPK dengan lembaga independen lain menyebabkan perbedaan perlakuan yang menciderai rasa keadilan (unfairness), karena telah memperlakukan berbeda terhadap hal yang seharusnya berlaku sama. Hal demikian, sejatinya bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945.