Gatot Nurmantyo Kritik Putusan MK Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Presidium KAMI Gatot Nurmantyo/ist
Presidium KAMI Gatot Nurmantyo/ist

Putusan Mahkamah Konsititusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun disorot oleh Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo.


Keputusan itu dikhawatirkan akan mempengarui aspek politik lainnya.

"Asumsi semua orang pasti ini akan ada kaitannya dengan politik-politik sekarang ini gitu, untuk apapun juga, siapapun juga yang menggunakan, gitu," katanya usai menjadi pembicara dalam diskusi 'Membedah Persoalan Bangsa dan Negara' yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) di Surabaya pada Minggu (28/5).

Gatot menilai keputusan MK yang menambah masa jabatan KPK itu membuat masyarakat bingung dan frustasi, karena tiba-tiba ada penambahan masa jabatan di tengah jalan.

"Ya, sekarang ini kalau kita lihat Mahkamah Konstitusi, orang kita ini jadi frustasi. Ini Mahkamah Konstitusi kan harusnya menggunakan pisau analis undang-undang yang di atas dan sebagainya," jelasnya.

Mantan Panglima TNI itu menilai penambahan masa jabatan seharusnya untuk pimpinan periode kedepan, sehingga tidak berlaku surut.

"Apa hubungannya (MK) dengan pertambahan masa jabatan? Dan tidak ada namamya di tengah jalan itu (masa jabatan) di tambah, kecuali untuk (pimpinan) yang akan datang," tambahnya.

Di sisi lain, Gatot juga khawatir jika putusan ini juga nantinya diterapkan pada hal lain.

Misalnya perpanjangan masa jabatan Presiden.

"Asumsinya kan begitu. Inilah yang harus sama-sama kita kaji," jelasnya.

Dia mengatakan demikian, sebab menurutnya ini adalah tahun politik.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya mengabulkan permohonan uji materi terkait perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

Adapun gugatan dilayangkan langsung oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis (25/5/2023).

Dalam salah satu pertimbangan, hakim menyebutkan bahwa sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan telah menyebabkan dinilainya kinerja dari pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden ataupun DPR.

Penilaian dua kali tersebut dianggap dapat mengancam independensi KPK karena dengan kewenangan presiden ataupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen sebanyak dua kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya.

Hal ini pun dinilai berpotensi tidak saja memengaruhi independensi, tetapi juga psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri.