Pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno Mengantarkan Kemenangan Hattrick PDIP dalam Pemilu dan Pilpres 2024

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memasangkan peci hitam kepada Ganjar Pranowo disaksikan Joko Widodo di Istana Batu Tulis, Bogor, 21 April 2023.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memasangkan peci hitam kepada Ganjar Pranowo disaksikan Joko Widodo di Istana Batu Tulis, Bogor, 21 April 2023.

KONTESTASI para calon pemimpin bangsa dan negara dalam "Pemilihan Presiden (Pilpres)", merupakan pertarungan strategi dan taktik tingkat tertinggi di negara kita. Ada filosofi yang wajib selalu diingat, seperti yang diajarkan ahli strategi Sun Tzu, "kenalilah dirimu, kenalilah lawanmu, maka kemenangan sudah ada di tanganmu".

Pengumuman Ganjar Pranowo sebagai calon Presiden 2024-2029 oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri disambut dengan antusias oleh rakyat Indonesia. Pencalonan Ganjar Pranowo semakin membuktikan bahwa Megawati adalah tokoh pemimpin perempuan yang cerdas dalam strategi dan taktik politik. Tahapan penting berikutnya adalah pemilihan siapa calon Wakil Presiden yang akan mendampingi Ganjar Pranowo. Paska bergabungnya PPP dalam koalisi bersama PDIP mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai Capres, tentu saja Megawati Soekarnoputri dan PDIP akan mempertimbangkan masukan dan saran dari PPP untuk menentukan siapa yang terbaik yang bisa membantu pemenangan Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024.

Perlu diingat bahwa kriteria dan persyaratan dalam pemilihan Calon Wakil Presiden (Cawapres) untuk mendampingi Ganjar Pranowo pada periode pertama menjadi Presiden RI tahun 2024-2029, harus sangat cermat, super ketat dan ekstra teliti. Yang pasti, jangan sampai salah strategi. Strategi "bagaimana memenangkan (how to win)" harus menjadi prioritas pertama, baru kemudian strategi "bagaimana memerintah (how to govern)" menjadi prioritas kedua. Jangan sampai terbalik, akibatnya bisa fatal.

Tentu akan sangat berbeda situasi dan kondisinya jika Ganjar Pranowo sudah menjabat sebagai Presiden RI, kemudian akan melanjutkan kepemimpinannya untuk periode kedua. Pemilihan Cawapresnya akan lebih longgar dan fleksibel. Karena jika kepemimpinan Presiden "incumbent" sangat sukses dan didukung oleh mayoritas rakyat Indonesia dengan "approval rate" hingga 70-80 persen, maka bisa diterapkan strategi politik "dipasangkan dengan siapapun sebagai Cawapres, maka sang Presiden akan kembali memenangkan Pilpres".

Strategi Sun Tzu "kenalilah dirimu, kenalilah lawanmu" kemudian strategi "how to win", bisa digunakan untuk menjaring dan menyaring siapa kandidat yang paling tepat dipilih sebagai Cawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo memenangkan Pilpres 2024. Dari sekian banyak Cawapres yang layak untuk mendampingi Ganjar Pranowo, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, harus dipilih hanya satu nama, yang terbaik diantara yang terbaik. Semua kandidat Cawapres memiliki kelebihan pada banyak hal, tentunya juga mempunyai kekurangan pada sisi lain.

Kisah perjuangan dan pengalaman Saya selama hampir 20 tahun membantu memenangkan Capres-Cawapres sejak Pilpres pertama tahun 2004 dulu hingga sekarang, membuat nalar Saya jadi tajam dan teruji, serta intuisi Saya jadi peka dan terlatih. Untuk memenangkan Pemilihan Presiden tahun 2024, Saya merekomendasikan kepada Megawati Soekarnoputri dan PDIP, serta partai koalisi termasuk PPP dan parpol lainnya, agar mencalonkan pasangan Capres dan Cawapres, Ganjar Pranowo dengan Sandiaga Salahuddin Uno.

Analisis dan perhitungannya sangat objektif, komprehensif dan holistik. Premis dasarnya adalah Ganjar Pranowo merupakan Capres potensial yang paling tinggi elektabilitasnya berdasarkan “tracking survey” dalam jangka panjang oleh berbagai lembaga survei, dipasangkan dengan Sandiaga Uno sebagai Cawapres potensial yang paling tinggi elektabilitasnya. Selanjutnya akan diuraikan, mengapa pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno akan mengantarkan kemenangan ketiga berturut-turut (hattrick) PDIP dalam Pemilu Legislatif dan Pilpres 2024. Pasangan Capres dan Cawapres Ganjar Pranowo dengan Sandiaga Uno harus menjadi "dwi tunggal", saling mengisi dan bersinergi dalam mengalahkan pasangan Capres dan Cawapres lainnya, yaitu Prabowo Subianto dengan Cawapresnya, serta Anies Baswedan dengan Cawapresnya.

1. Mengapa Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno bisa mengalahkan Prabowo Subianto dan Cawapresnya dalam Pilpres 2024?

Mengapa Prabowo Subianto yang sudah berkali-kali kalah dalam Pilpres akan dikalahkan lagi oleh pasangan Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno dalam Pilpres 2024, antara lain karena beberapa faktor:

(1) Rekam jejaknya pernah dipecat dengan tidak hormat dari dinas militer aktif oleh sidang DKP karena penculikan dan penghilangan banyak tokoh aktifis.

(2) Sifat dan karakternya yang kaku, sangat impulsif dan cenderung temperamental, membuat sungkan dan tidak nyaman bagi banyak orang untuk mendukungnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa dan negara kita.

(3) Faktor kesehatan sudah sangat berat untuk berkampanye keliling Indonesia, dengan jadwal yang sangat ketat dan padat. Kampanye Pilpres di Indonesia sangat membutuhkan kesehatan yang prima serta ketangguhan fisik yang luar biasa, tentunya tidak mudah dengan kondisi dan riwayat kesehatan Prabowo yang sudah memasuki usia senja.

(4) Faktor usia tua membuatnya sulit mengikuti perkembangan zaman, apalagi harus beradaptasi dan berinteraksi, merangkul generasi milenial dan generasi Z, yang menjadi penentu dan segmen pemilih terbesar dalam Pilpres 2024.

(5) Kelompok pendukung Prabowo Subianto sangat dominan berasal dari para purnawirawan. Sebagai purnawirawan, tentunya mereka memiliki kendala dan berbagai keterbatasan yang sama dengan Prabowo Subianto. Mereka bukan digerakkan oleh militansi untuk berjuang dan berkorban dengan membiayai sendiri seluruh kegiatan kampanye. Berbeda seperti langit dan bumi dengan ribuan kelompok relawan pendukung Ganjar Pranowo yang didominasi oleh kaum muda generasi penerus bangsa Indonesia. Karena membiayai sendiri seluruh kegiatan kampanye, maka mereka disebut sebagai "relawan". Jika sebaliknya, maka mereka bukanlah kelompok "relawan", melainkan kelompok "bayaran". Tentu saja sangat berbeda militansi dan semangat juang kelompok "relawan" dengan kelompok "bayaran".

Pemilih militan Prabowo Subianto pada Pilpres lalu sudah terpecah dan terbelah. Mayoritas sudah meninggalkan Prabowo Subianto pada saat bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Sebagian besar diantara para pendukung Prabowo saat kalah dalam Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, sekarang memilih mendukung Anies Baswedan. Ada tanda tanya besar bagi para pendukung Prabowo Subianto terkait "anomali" jabatan Menteri Pertahanan yang diminta sebagai syarat oleh Prabowo untuk bergabung dalam pemerintahan Jokowi.

Padahal sebagai Capres yang menjadi kompetitor Presiden Jokowi, sudah selayaknya Prabowo Subianto menduduki jabatan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam). Satu hal yang pasti bisa menjawab, belanja alutsista Departemen Pertahanan RI setelah Prabowo menjabat Menteri Pertahanan, melesat ribuan persen sesuai data resmi belanja alutsista Departemen Pertahanan RI. Bahkan secara tiba-tiba melalui proyek "food estate", Dephan sampai ikut mengurusi secara teknis masalah pangan yang menjadi tupoksi Kementerian Pertanian, dengan dalih tentang "food security" dikait-kaitkan dengan pertahanan negara.

Sudah mulai ramai muncul di berbagai media dan media sosial, tuntutan dari masyarakat dan netizen agar diusut secara transparan proyek "food estate" di Departemen Pertahanan. Transparansi yang sama sudah mulai digulirkan masyarakat dan netizen, terkait seluruh proyek pengadaan alat utama sistim persenjataan (alutsista) dan penggunaan APBN yang sudah dibelanjakan oleh Dephan.

Rekam jejak Prabowo Subianto selama menjabat Menteri Pertahanan periode 2019-2024, bisa menjadi salah satu penyebab Prabowo Subianto bisa dikalahkan dalam Pilpres 2024. Meskipun setelah menjadi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto memiliki dana kampanye dan logistik untuk Pilpres 2024 "yang sangat luar biasa besarnya", tapi hal itu sama sekali tidak bisa menjamin akan mengantarkannya menjadi Presiden, bahkan akan menjadi "batu sandungan" untuknya.

Cawapres Prabowo Subianto kemungkinan hanya akan berputar pada 2 nama, yakni Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Erick Thohir. Erick Thohir hanya mungkin menjadi Cawapres, jika bisa melakukan "kesepakatan khusus" dengan Cak Imin. Karena Partai Gerindra sangat membutuhkan tambahan suara PKB, untuk memenuhi persyaratan bisa mengusung Capres-Cawapres. Berdasarkan analisis dan perhitungan objektif dan komprehensif, khususnya jika dikaitkan dengan rekam jejak Erick Thohir pada masa lalu hingga sekarang, serta "tracking survey" yang dilakukan Litbang Kompas, jika Prabowo Subianto memilih untuk berpasangan dengan Erick Thohir, maka akan lebih mudah bagi pasangan Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno untuk mengalahkannya.

2. Mengapa Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno bisa mengalahkan Anies Baswedan dan Cawapresnya dalam Pilpres 2024?

Anies Baswedan harus menyadari bahwa basis massa pendukungnya sangat lemah pada semua kantong suara yang padat pemilih. Kakeknya dulu dari Surabaya, kemudian orangtua Anies menetap di Kuningan, Jawa Barat, baru kemudian pindah ke Yogyakarta. Wilayah basis massa pendukung Anies Baswedan relatif lemah, apalagi di wilayah Yogyakarta tempat Ia menempuh pendidikan sejak kecil hingga kuliah. Anies Baswedan dapat dikatakan tidak memiliki basis massa utama di wilayah yang padat pemilih, baik di Jawa Tengah, Jawa Barat, maupun Jawa Timur. Bahkan sebagai mantan Gubernur DKI, pendukung Anies Baswedan juga terbagi merata dengan pendukung Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto di seluruh wilayah DKI Jakarta.

Selain itu, Anies Baswedan dapat dianggap gagal memanfaatkan momentum pencapresan dirinya, ketika menggulirkan wacana dan isu perubahan. Apalagi hasil "tracking survey" atau survei dalam jangka panjang oleh berbagai lembaga survei, menunjukkan bahwa sekitar 70 hingga 75 persen rakyat Indonesia, mendukung program pembangunan berkelanjutan yang dijalankan oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Akibatnya, suara pemilih yang bisa diraih oleh Anies Baswedan, maksimal hanya pada kisaran 20 hingga 25 persen dari total pemilih di Indonesia yang kecewa terhadap kepemimpinan Jokowi.

Berbagai kelemahan diatas masih ditambah lagi dengan keterbatasan dalam pilihan cawapresnya. Mau tidak mau, suka tidak suka, Anies Baswedan harus berpasangan dengan Agus H Yudhoyono. Jika tidak, dapat dipastikan Partai Demokrat akan mundur sebagai koalisi pendukung. Secara otomatis, Anies Baswedan bisa gagal, tidak bisa jadi Capres, karena gabungan suara Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak mencukupi persyaratan untuk bisa mengajukan Capres.

Sementara bagi Partai Demokrat, mereka lebih membutuhkan "cottail effect" untuk mengamankan agar Partai Demokrat bisa mencapai target "parlementary threshold" dalam Pemilu 2024. Pada sisi yang lain, elektabilitas Agus H Yudhoyono sebagai Cawapres berdasarkan hasil survei beberapa lembaga survei, berada pada peringkat bawah. Jika digabungkan dengan elektabilitas Anies Baswedan, maka dapat diprediksi perolehan suara pasangan Capres-Cawapres Anies Baswedan-Agus H Yudhoyono, berada pada rentang 20-25 persen secara nasional.

Artinya, bisa diprediksi mereka akan berada pada peringkat ketiga dan harus tersisih pada putaran pertama Pilpres 2024. Tentunya pilihan paling rasional bagi Anies Baswedan, jika ternyata Pilpres 2024 berlangsung hingga putaran kedua adalah mendukung Ganjar Pranowo sebagai Capres yang paling potensial memenangkan Pilpres 2024. Karena secara psikologis, hubungan Ganjar Pranowo dengan Anies Baswedan telah terjalin lama sejak keduanya sama-sama menjadi aktifis mahasiswa, di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Hubungan baik diantara mereka, semakin diperkokoh lagi ketika keduanya menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur DKI Jakarta.

3. Mengapa pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno akan memenangkan Pilpres 2024?

Siapapun yang memiliki kemampuan menganalisa hasil "tracking survey" elektabilitas antara Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, tentunya bisa melakukan analisa trend terhadap elektabilitas mereka kedepan. Analisa trend adalah teknik analisa data yang digunakan untuk melakukan estimasi atau prediksi arah pergerakan suatu data pada masa depan dengan memperhatikan data historis. Hasil "tracking survey" oleh Litbang Kompas seperti yang diberitakan media online Kompas tanggal 24 Mei 2023, menunjukkan bahwa data dan grafik elektabilitas Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan sejak Oktober 2019 hingga Mei 2023 atau selama hampir 4 tahun:

(1) Grafik elektabilitas Prabowo Subianto dimulai dengan angka 14,7% (Okt 2019) sebagai awal kurva dan pada angka 24,5% (Mei 2023) sebagai  ujung kurva. Tetapi, turbulensi serta lonjakan naik dan turunnya elektabilitas Prabowo sangat ekstrim, curam dan tajam, bahkan pada Jan 2021 dan Okt 2021 sempat jatuh kembali ke angka elektabilitas terendah, kemudian naik lagi secara ekstrim pada Jan 2022 dan jatuh lagi secara ekstrim ke angka terendah pada Okt 2022 dan Jan 2023.

Kesimpulannya, trend elektabilitas Prabowo Subianto sangat rentan dan tidak stabil, hanya bisa naik tidak terlalu tinggi, tapi bisa turun terjun bebas ke angka terendah. Ini menunjukkan elektabilitas Prabowo Subianto sudah sampai pada titik kulminasi atau titik jenuh, dalam statistika politik disebut sudah pada fase "ceilling effect".

(2) Grafik elektabilitas Ganjar Pranowo dimulai dengan angka 1,8% (Okt 2019) pada awal kurva dan pada angka 22,8% (Mei 2023) sebagai ujung kurva. Kurva grafik ektabilitas Ganjar Pranowo menunjukkan pertumbuhan elektabilitas yang progresif, konsisten naik dari waktu ke waktu selama 4 tahun dan tidak pernah mengalami turbulensi apalagi jatuh ke angka terendah yang sangat ekstrim, kurva grafik terus konsisten naik setiap periode waktu hingga sekarang. Analisa trend bisa memprediksi bahwa elektabilitas Ganjar Pranowo memiliki konsistensi dan kecenderungan untuk terus naik ke level tertinggi diantara ketiganya, berkorelasi linier dengan popularitas Ganjar Pranowo yang terus naik.

(3) Grafik elektabilitas Anies Baswedan dimulai dengan angka 8,4% (Okt 2019) pada awal kurva dan pada angka 13,6% (Mei 2023) sebagai ujung kurva. Kecenderungan kurva grafik elektabilitas Anies Baswedan hampir mirip dengan kurva grafik elektabilitas Ganjar Pranowo, hanya bedanya angka elektabilitas serta kurva grafiknya cenderung stabil terus pada angka 13,6%, sangat jauh dibawah kurva grafik elektabilitas Ganjar Pranowo.

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan analisa trend terhadap "tracking survey" elektabilitas ketiga calon Presiden selama 4 tahun, Ganjar Pranowo akan memenangkan Pilpres 2024. Jika dianalisis lebih dalam lagi, angka popularitas Ganjar Pranowo masih berada pada kisaran 75 persen, sementara popularitas Anies Baswedan sudah berada pada kisaran 95 persen, serta popularitas Prabowo Subianto sudah maksimal pada angka hampir seratus persen.

Artinya popularitas dan elektabilitas Prabowo Subianto sudah berada pada tingkat tertinggi atau sudah maksimal. Hampir seluruh rakyat Indonesia sudah tahu siapa Prabowo Subianto. Hasil survei dalam jangka panjang menunjukkan bahwa yang mendukungnya sudah berada pada "tingkat kejenuhan" berada pada kisaran sekitar 30 persen.

Fenomena ini dikenal dalam statistika politik dengan istilah "ceilling effect". Artinya elektabilitas Prabowo Subianto sudah pada tingkat yang sangat maksimal dan sudah terkunci pada batas "plafon rumah". Sehingga kemungkinan yang bisa terjadi adalah elektabilitas Prabowo Subianto malah berpotensi untuk turun pada saat kampanye, karena ada pendukung yang beralih memilih Ganjar Pranowo sebagai kompetitor "head to head" Prabowo. Kelompok pemilih yang bisa beralih ini dalam statistika politik disebut sebagai "swing voters".

Jadi, pada saat popularitas Ganjar Pranowo terus menanjak semakin tinggi menuju tingkat maksimal 100 persen, maka secara otomatis elektabilitasnya akan ikut bergerak naik dengan dukungan 2 (dua) pergerakan arus besar pemilih yang mendukungnya, yakni kelompok "swing voters" serta kelompok "undecided voters", yakni rakyat pemilih yang belum menentukan pilihan politiknya, akhirnya mengambil sikap mendukung atau memilih Ganjar Pranowo. Mengapa preferensi kelompok pemilih "undecided voters" kecenderungannya akan memilih Ganjar Pranowo, karena hampir semuanya mereka sudah mengenal dan tahu siapa Prabowo Subianto dan Anies Baswedan sebagai kompetitor Ganjar Pranowo.

Perlu digarisbawahi bahwa kenaikan yang tidak signifikan elektabilitas Prabowo Subianto merupakan "elektabilitas semu", karena bukan disebabkan oleh faktor fundamental atau keunggulan dari dalam diri Prabowo Subianto. "Kenaikan elektabilitas semu" itu sifatnya hanya sementara, akibat "politisasi" dan "penggorengan" pembatalan Piala Dunia U20 oleh FIFA.

Ganjar Pranowo memilih untuk taat pada konstitusi serta keputusan bangsa dan negara Kita sejak dahulu. Indonesia tidak mengakui serta tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Penurunan elektabilitas yang tidak terlalu signifikan itu sudah mulai kembali, setelah berhasil dibangun strategi komunikasi yang masif dan dibangun kesadaran kepada seluruh pencinta sepakbola di Indonesia, bahwa sikap konstitusional itu sesungguhnya identik dengan nasionalisme dan tanggung jawab serta kecintaan kita kepada bangsa dan negara. Apalagi Ganjar Pranowo terus merangkul seluruh pencinta sepakbola dan menunjukkan empati untuk mendukung kemajuan olahraga sepakbola di Indonesia.

Salah satu penyumbang utama elektabilitas Ganjar Pranowo yaitu memiliki basis massa pendukung di Jawa Tengah dan komunitas masyarakat Jawa Tengah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, karena program transmigrasi yang dijalankan sejak Indonesia merdeka oleh pemerintahan Orde Lama yang dipimpin Presiden Soekarno dan pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Inilah yang menjadi salah satu "modal captive" atau "basis pemilih" Ganjar Pranowo. Banyak diantara kita yang tidak sadar dan mengira bahwa jumlah penduduk etnis Jawa Tengah sama persis dengan populasi penduduk Jawa Tengah yakni nomor 3 terbesar di Indonesia, setelah populasi Jawa Barat dan Jawa Timur.

Sesungguhnya, pemilih etnis Jawa Tengah merupakan yang terbesar di Indonesia, jauh mengalahkan pemilih di Jawa Barat dengan di Jawa Timur. Realitas pemilih etnis Jawa Tengah itu selain di Jawa Tengah, tersebar pada hampir seluruh provinsi di Indonesia, seperti di seluruh Sumatera mencapai 20-25 persen dari total populasi, juga tersebar di seluruh Kalimantan, Papua dan provinsi lainnya. Ini salah satu keuntungan dan menjadi "modal utama" Ganjar Pranowo dalam memenangkan Pilpres 2024.

Pada sisi yang lain, Sandiaga Uno sangat potensial untuk menarik simpati suara pemilih mayoritas dari segi gender, yakni pemilih perempuan khususnya para Ibu-Ibu, dengan perkiraan lebih dari 51 persen dari total pemilih. Sandiaga Uno juga bisa membantu Ganjar Pranowo memenangkan segmen pemilih dari kalangan usia muda, yakni generasi milenial (kelahiran tahun 1990-an) dan generasi Z (kelahiran tahun 2000-an), yang merupakan segmen usia pemilih terbesar atau 55 persen dari total pemilih. Selain akan membawa suara untuk pemenangan Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024, Sandiaga Uno tentunya sangat diterima oleh kalangan pelaku ekonomi khususnya pengusaha dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Diharapkan juga Sandiaga Uno akan bisa membantu "dana logistik" yang "bersih dan transparan", jauh dari korupsi dan sumber uang "bermasalah" seperti yang selama ini terjadi dalam panggung politik di Indonesia. Hasil survei secara nasional juga memperlihatkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia mengharapkan pemerintahan baru yang akan dipimpin Presiden dan Wakil Presiden yang akan terpilih dalam Pilpres 2024 nanti, akan fokus total dalam membenahi sektor perekonomian yang sangat terpukul akibat pandemi Covid selama hampir 3 (tiga) tahun  di Indonesia.

Sandiaga Uno juga akan memecah suara dan dukungan pemilih Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, karena dulu pernah berpasangan dengan keduanya, secara otomatis juga banyak tahu "rahasia" keduanya. Sangat logis jika Sandiaga Uno dengan Prabowo Subianto akan berbagi pendukung, simpatisan dan pemilih loyal ketika Pilpres 2019 lalu. Bahkan bisa jadi, tidak hanya pendukung diluar saja yang dibagi antara Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, termasuk tim inti pendukung di sekitar Prabowo Subianto juga bisa terbawa oleh Sandiaga Uno, baik secara terbuka atau terang-terangan, maupun secara tertutup.

Tentunya mereka bisa melihat dan merasakan bahwa bagaimanapun faktor usia dan kesehatan Prabowo Subianto tidak memberikan jaminan dan optimisme kemenangan kepada mereka. Sangatlah wajar jika mereka merasa lebih yakin dan percaya pada Sandiaga Uno sebagai pemimpin yang penuh vitalitas, lebih energik dan matang, karena sedang menuju puncak karirnya, serta lebih menjanjikan kepastian bagi masa depan mereka. Fenomena yang sama akan terjadi antara Sandiaga Uno dengan Anies Baswedan.  

Salah satu rahasia yang sudah jelas terbuka kepada publik, ternyata Anies Baswedan sampai berhutang sebesar 95 Milyar kepada Sandiaga Uno, pada saat Pilgub DKI lalu. Tentunya masih banyak "rahasia" lainnya yang diketahui oleh Sandiaga Uno.

Jika Ganjar Pranowo berpasangan dengan Sandiaga Uno, dengan mudah dapat dipastikan mereka akan menjadi duet yang paling menarik dan akan selalu diberitakan oleh media atau menjadi "media darling". Kombinasi Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno memiliki nilai jual yang tinggi bagi seluruh media, karena berbagai faktor, seperti faktor kecerdasan, usia relatif muda, karakter yang ramah, simpatik dan bersahabat, berpenampilan tampan dan menarik, atau bagi kalangan media sering disebut "camera face".

Sangat mudah dibuktikan kepada masyarakat luas khususnya kalangan menengah kebawah, jika dipasang dan disandingkan foto Ganjar Pranowo dan foto Sandiaga Uno sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden 2024-2029, tidak heran jika umumnya mereka akan memilih kedua pemimpin muda, berwibawa, berprestasi dan berpenampilan menarik untuk dipilih.

Kalau bagi kaum perempuan khususnya kaum Ibu-Ibu, mungkin di benak mereka akan jadi catatan sejarah bahwa baru kali ini kedua pemimpin tertinggi bangsa dan negara kita, Presiden RI dan Wakil Presiden RI, orang yang hebat dan berprestasi, dengan penampilan tampan dan kharismatik. Bahkan masih ditambah lagi, Siti Atiqoh Supriyanto yakni Istri dari Calon Presiden RI Ganjar Pranowo, dan Nur Asia Uno yakni Istri dari Calon Wakil Presiden RI Sandiaga Uno, keduanya adalah perempuan Indonesia yang cantik dan cerdas, yang tentunya akan sangat membanggakan dan bisa menjadi idola bagi kaum Ibu-Ibu dan kaum perempuan di Indonesia.

Sebagai penutup serta bagian terpenting, selain dukungan dari mesin partai serta soliditas dan militansi seluruh kader PDIP, PPP dan kader partai pendukung lainnya di seluruh Indonesia, kekuatan utama yang akan mengantarkan kemenangan Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno adalah seluruh relawan dan simpatisan yang berada di seluruh pelosok Indonesia.

Berdasarkan data registrasi kelompok relawan yang dihimpun oleh PDIP dan yang lainnya, sudah terbentuk dan terdaftar ribuan kelompok relawan dan simpatisan dari seluruh Indonesia. Mereka berbondong-bondong dengan keikhlasan dan kesadaran sendiri, bergerak secara masif dan militan, untuk memenangkan Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno dalam Pilpres 2024.

Ribuan kelompok relawan "Ganjar Pranowo for Presiden", akan dicatat sebagai rekor kelompok relawan terbesar dalam sejarah pemilihan Presiden di Indonesia. Ribuan kelompok relawan dan simpatisan "Ganjar Pranowo for Presiden" inilah yang akan mengantarkan kemenangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno dan kemenangan "hattrick" PDIP dalam Pemilu dan Pilpres 2024.

Penulis adalah pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia (PNI)