Pelaporan sejumlah relawan Presiden Joko Widodo terhadap pengamat politik Rocky Gerung (RG) ke polisi, dipandang sebagai wujud karakter asli pemerintahan negara saat ini.
- Tanggapi Fenomena Salah Input, Rocky: PSI Kebanyakan Duit atau Salah Bagi-bagi?
- Temuan PPATK Soal 36,67 Persen Dana PSN Mengalir ke ASN dan Parpol, Rocky Gerung: Pak Jokowi Mesti Jawab
- Penolakan Diskusi Rocky Gerung Dikecam, Klasika Lampung: Kampus Jadi Rezim Tirani
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti memandang, konstitusi negara yang menganut sistem demokrasi termasuk Indonesia, memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat menyampaikan aspirasi.
Tetapi, dia justru mendapati karakter berbeda di pemerintahan saat ini, di mana tergambar dalam fenomena laporan ke polisi atas kritik RG yang menggunakan frasa "bajingan tolol" ketika mengevaluasi kinerja Jokowi.
"Makanya tadi disebutkan, karakter negara yang otoriter pasti akan mempersempit ruang sipil untuk berbicara," ujar Bivitri dalam diskusi publik Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bertajuk "Kritik Dijawab Penjara", yang diselenggarakan virtual dimuat Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (11/8).
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu memaparkan, corak pemerintahan negara otoriter sengaja mempersempit ruang aspirasi publik agar tidak diketahui kesalahan-kesalahannya.
"Mereka tidak ingin kebobrokannya tersebar luas. Kebohongan-kebohongan itu harus terus menerus ditutupi," tuturnya menyinggung.
Melihat kekinian, Bivitri merasakan ruang aspirasi publik semakin menyempit. Karena dia mengamati, mempolisikan pengkritik bukan hanya terjadi di kasus RG, tetapi juga aktivis lain seperti Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, hingga Haris Azhar.
"Kita warga nyaris tidak punya ruang lagi untuk bersuara," demikian Bivitri.
- Tanggapi Fenomena Salah Input, Rocky: PSI Kebanyakan Duit atau Salah Bagi-bagi?
- Temuan PPATK Soal 36,67 Persen Dana PSN Mengalir ke ASN dan Parpol, Rocky Gerung: Pak Jokowi Mesti Jawab
- Penolakan Diskusi Rocky Gerung Dikecam, Klasika Lampung: Kampus Jadi Rezim Tirani