Kinerja BUMN

Gedung BUMN/Net
Gedung BUMN/Net

MEREKA yang peka pada risiko utang terhadap pemburukan kinerja keuangan BUMN, kemudian menjadikan peran utang BUMN sebagai indikator penentu utama dalam menyeleksi secara subyektif terhadap potensi dalam menaikkan elektabilitas pencawapresan Erick Thohir.

Erick Thohir tercatat menjadi Menteri BUMN sejak tahun 2019. Kepekaan terhadap utang-utang BUMN dengan maksud, agar BUMN dapat secepatnya menyelesaikan kewajiban dalam membayar utang kepada kreditur dan vendor tanpa tertunda lebih lama dan tidak gagal bayar utang. Erick yang juga merangkap sebagai Ketua PSSI, kemudian kinerjanya dikaji.

Selanjutnya, data kinerja keuangan portofolio BUMN untuk jumlah utang industri keuangan dan lainnya, yaitu liabilitas asuransi dan dana pihak, ketiga serta utang usaha dan lainnya, berjumlah sebesar Rp4.620,9 triliun tahun 2021.

Jika dibandingkan dengan Menteri BUMN periode sebelumnya, maka jumlah utang tersebut lebih kecil, karena tercatat total liabilitas BUMN sebesar Rp5.601 triliun tahun 2018.

Artinya, utang BUMN pada periode Erick Thohir lebih kecil. Erick Thohir bukanlah pecandu utang.

Rasio total utang terhadap total aset portofolio perusahaan BUMN sebagai indikator solvabilitas (DAR) sebesar 51,46 persen tahun 2021. Batas DAR yang bermasalah, jika nilai DAR lebih dari 100 persen.

Kemudian DAR portofolio BUMN terdahulu sebesar 68,3 persen tahun 2018. Artinya, DAR portofolio BUMN periode Erick Thohir masih relatif lebih baik.

Indikator kedua, sebagai masukan untuk menyeleksi Erick Thohir adalah keberhasilan BUMN dalam melakukan kegiatan restrukturisasi. Beberapa perusahaan BUMN sedang diproses likuidasi tahun 2022 adalah PT Pembangunan Armada Niaga Nasional, PT Kertas Leces, PT Istaka Karya, PT Industri Sandang Nusantara, PT Merpati Nusantara Airline, PT Kertas Kraft Aceh, dan PT IGLAS.

Pada periode Kementerian BUMN sebelumnya, beberapa perusahaan tersebut juga sudah bermasalah keuangan dan aktif direstrukturisasi. Perusahaan BUMN yang direstrukturisasi pada tahun 2018 adalah PT Surveri Udara Penas, PT Kertas Leces, PT Industri Gelas, PT Industri Sandang Nusantara, PT Kertas Kraft Aceh, dan PT Merpati Nusantara Airlines.

Artinya, Erick Thohir terkesan lebih tegas dengan memproses likuidasi untuk perusahaan BUMN, yang bermasalah keuangan secara kronis.

Indikator ketiga, adalah adanya penurunan nilai permintaan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN pada APBN. Jumlah PMN sebesar Rp68,9 triliun tahun 2021, sedangkan pada tahun 2018 sebesar Rp3,6 triliun. Artinya, ketergantungan terhadap PMN era Erick Thohir jauh lebih besar.

Indikator PMN ini menjadi pekerjaan rumah Erick Thohir untuk lebih menyeimbangkan penugasan pada BUMN, yang menghendaki suntikan PMN untuk lebih menyehatkan kinerja BUMN yang mendapat penugasan dari pemerintah.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef); Pengajar Universitas Mercu Buana.