Sindikat Order Makanan Fiktif yang Rugikan Ojol Rp 2,2 M Berhasil Dibongkar Polisi Polda jatim

polisi menunjukkan barang bukti
polisi menunjukkan barang bukti

Tim Siber Ditreskrimsus Polda Jatim membongkar sindikat order makanan fiktif di aplikasi ojek online (ojol) Gojek. Dari kasus ini, polisi mengamankan dua tersangka. Pelaku disebut merugikan aplikasi hingga Rp 2,2 miliar.


Kedua tersangka berinisial HA dan BSW, warga Sidoarjo. Keduanya diamankan oleh Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jatim awal bulan ini.

"Modus tersangka memanipulasi data transaksi fiktif pembelian makanan yang menggunakan aplikasi Go Food," kata Wadir Reskrimsus Polda Jatim AKBP Arman saat rilis di Polda Jatim Jalan Ahmad Yani Surabaya, Kamis (7/9/2023).

Arman mengatakan kedua tersangka melakukan manipulasi data atau order makanan secara fiktif dalam kurun waktu sepuluh bulan terakhir. Yakni mulai Oktober 2022 hingga Agustus 2023.

"Keduanya membuat berbagai macam akun fiktif sampai 95 akun. Kemudian membuat merchant fiktif," ungkap Arman.

Dalam kurun waktu 10 bulan, kedua tersangka bergantian melakukan order makanan fiktif hingga transaksinya mencapai ratusan ribu order.

"Melakukan 107.066 transaksi makanan fiktif," imbuhnya.

Tak hanya itu, dalam aksinya, mereka berdua juga seolah-olah mengantar makanan tersebut.

"Sehingga uang keluar dan uang masuk tetap pada tersangka. Nah yang diharapkan adalah bonus dari PT Goto Gojek Tokopedia ini, yaitu bonus berkisar 20 persen. Dan menggunakan dua rekening bank untuk menampung bonus dari PT Goto Gojek Tokopedia ini," ungkap Arman.

Sementara itu, kedua tersangka ini ternyata pernah menjadi mitra ojek online. Untuk mendapatkan puluhan akun untuk order fiktif tersebut, dibeli keduanya dari dark web.

"Untuk mendapatkan akun, keduanya didapat dengan cara membeli di facebook dan berbagai web bebas dengan harga Rp 600 ribu dan Rp 800 ribu. Untuk membeli akun fiktif sejumlah 95 tadi," ungkap Arman.

Atas kejahatan yang dilakukannya, kedua tersangka terancam dijerat Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dengan hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 12 miliar.