Memangnya Boleh Seprogresif Itu?

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto / net
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto / net

TIGA hari yang lalu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengeluarkan pernyataan bahwa PDIP adalah partai kiri. Tetapi kiri yang progresif, bukan kiri komunis atau kiri sosialis. 

Apa sih artinya progresif dalam politik? Progresivisme adalah suatu kepercayaan bahwa masyarakat dapat berkembang melalui reformasi politik. Menjadi progresif artinya memiliki sikap yang mendorong kesetaraan dalam politik, ekonomi, dan sosial.

Pertanyaannya, apakah benar PDIP memiliki syarat-syarat disebut sebagai partai politik progresif? Faktanya:

Pertama, PDIP ikut serta menggulingkan pemerintahan Gus Dur di tahun 2001. Padahal pemerintahan Gus Dur adalah pemerintahan yang paling progresif pasca Reformasi.

Pemerintahan Gus Dur berhasil menahan gelombang separatisme di Aceh dan Papua tanpa kekerasan militer. Berhasil membubarkan dwifungsi ABRI. Memperbolehkan Tahun Baru Imlek dirayakan dan mengakui Konghucu sebagai agama di Indonesia. Berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi dengan sambil mengurangi utang luar negeri.

Menaikkan gaji ASN 2-3 kali lipat. Dan berhasil menciptakan kesetaraan ekonomi paling baik (Indeks Gini 0,31) sepanjang sejarah RI. Menurut World Inequality Report, di era Gus Dur 10 persen orang terkaya menguasai 40 persen bagian pendapatan nasional (terendah 100 tahun terakhir), sementara 50 persen masyarakat bawah hanya mendapatkan 19 persen bagian pendapatan nasional (tertinggi dalam 100 tahun terakhir).

Kedua, saat berkuasa di tahun 2001 sampai 2004, Ketua Umum PDIP, Presiden Megawati kembali melanjutkan operasi militer ke Aceh dan Papua. Bertanggung jawab atas terjadinya pembunuhan pada aktivis HAM Munir. Pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua Theys Eluay, pembunuhan istri dan anak dari aktivis HAM Papua Johanis Bonay, dan Tragedi Wamena Berdarah yang mengakibatkan 9 orang tewas dan 42 orang mati kelaparan.

Melelang BUMN strategis kepada Singapura. Melegalkan outsourcing yang menindas kaum pekerja. Serta membawa ketimpangan ekonomi memburuk (Indeks Gini 0,35). Pada era Megawati, 10 persen orang terkaya meningkat menjadi menguasai 45 persen bagian pendapatan nasional, sementara 50 persen masyarakat bawah turun hanya menguasai 15 persen bagian pendapatan nasional.

Ketiga, saat berkuasa di tahun 2014-2023. Beberapa tahun awal sempat membaik, sampai masuknya faksi neoliberal membuat Pemerintahan Jokowi mengambil jalur kontra progresif. PDIP ada di dalamnya sebagai partai pemenang, Jokowi pun kader PDIP.

Kekerasan di Papua semakin parah, tahun 2020 saja disebutkan terdapat 72 kasus pelanggaran HAM kepada masyarakat. Terjadi 2.710 kasus konflik agraria dengan penduduk.

Yang paling anyar adalah kasus Pulau Rempang yang akhirnya menimbulkan perlawanan dari puluhan ribu masyarakat melayu. UU Cipta Kerja menjadi pengkhianatan lagi kepada kelas pekerja, PDIP sebagai partai pengusung UU Cilaka tersebut, yang selain menindas pekerja juga menindas petani dan lingkungan hidup, yang diuntungkan dari UU tersebut hanya orang kaya dan super kaya.

Ketimpangan masyarakat semakin memburuk (Indeks Gini 0,388). Pada era Jokowi, 10 persen orang terkaya meningkat menguasai 48 persen bagian pendapatan nasional, sementara 50 persen masyarakat bawah menurun hanya menguasai 12 persen bagian pendapatan nasional (terendah sejak 100 tahun terakhir).

Apa mungkin partai dengan rekam jejak demikian dapat dikategorikan sebagai partai yang progresif? Jelas tidak ada keberpihakan kepada kesetaraan politik sosial ekonomi bagi masyarakat.

Selain itu PDIP adalah partai yang sangat ngotot dengan pembatasan threshold mengajukan calon presiden menjadi 20 persen, mengakibatkan tidak setaranya partai-partai dalam mengusung calon presiden dengan tidak adanya putaran kedua, mengakibatkan calon pasti hanya dua pasang.

Kebijakan yang diambilnya pada saat berkuasa adalah yang sama sekali tidak progresif, selalu menimbulkan ketimpangan politik, sosial, dan ekonomi dan menguntungkan oligarki.

Maka benar sahabat saya pemilik penerbit buku progresif, di suatu media sosial Twitter, dia komentari berita tentang pernyataan Hasto PDIP seperti di awal tulisan ini sebagai: “Kiri tapi Oligarki”.

*Penulis adalah Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Buruh