Dua Kali Tertunda, Sidang Kasus Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Kembali Digelar

Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko  saat akan menjalani sidang/RMOLJatim
Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko  saat akan menjalani sidang/RMOLJatim

Sidang Perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018 kembali di gelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (12/10).


Kasus yang menyeret dua orang terdakwa yakni Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko ini beragendakan mendengarkan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim dan Oditur militer.

Hadirnya Oditur militer di Pengadilan Tipikor Surabaya lantaran salah satu terdakwa yaitu Dindin Kamaludin merupakan eks militer dari TNI AD.

Dalam sidang kali ini, pantauan terlihat dua terdakwa di ruang sidang Cakra. 

Mereka duduk bersebelahan menunggu jadwal persidangan segera dimulai.

Bahkan disampingnya juga terlihat Polisi Militer (PM) TNI AD yang selalu mengawal terdakwa Dindin Kamaludin.

Tampak pula Asisten pidana militer (Aspidmil) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Kolanel Laut Hadi Pangestu serta sejumlah jaksa Kejati Jatim.

Sebelumnya sidang perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018 ini sempat tertunda dua kali.

Yang pertama, pensehat hukum, kedua terdakwa belum menyiapkan nota keberatan atas dakwaan JPU.

Hal ini lantaran Dindin Kamaludin baru saja menunjuk Noval Ali Safii dan Lalu Abdimansyah sebagai penasehat hukumnya.

Kemudian yang kedua, diakibatkan kedua terdakwa sedang mengalami sakit.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU. Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.