Lho, Kok Malah Cawe-Cawe!

Rosdiansyah/Ist
Rosdiansyah/Ist

BENAR-benar tak tahu malu beberapa oknum wakil menteri (wamen) itu. Hanya karena ingin menunjukkan loyalitas ke presiden, lalu mereka berlomba menunjukkan dukungan ke putra sulung presiden yang saat ini sedang mengikuti kontestasi Pemilu 2024. Memang benar, oknum wamen itu dipilih dan diangkat oleh presiden, lalu apa lantaran karena itu mereka perlu memperlihatkan kesetiaan, yang sesungguhnya belum tentu berkait pada kinerjanya.

Keberpihakan oknum wamen, dan juga kemungkinan oknum-oknum aparatur pemerintahan lainnya, kepada putra sulung presiden bisa berlangsung secara diam-diam. Senyap tapi sistematis. Sunyi dibuat sealamiah mungkin. Melalui narasi membuai, bahwa kenyamanan kerja birokrasi dapat terusik jika sampai ada perubahan.

Ajakan dan ancaman menjadi satu. Oknum-oknum, patut diduga, mengajak para aparatur yang telah lama berkarir dalam birokrasi agar mendukung putra sulung presiden. Ancamannya, jika tidak mendukung, maka masa depan karir mereka bisa mandek atau dipindah ke posisi yang tak mengenakkan.  

Wamen jelas (seharusnya) bukan tim sukses. Tapi, entah kenapa, saat ini seorang wamen mendadak bisa menjadi tim sukses. Secara personal, seorang wamen memang punya kebebasan untuk menentukan sekaligus mengekspresikan selera dukungan, namun ia tetap diikat oleh netralitas birokrasi. Tanpa sikap netral, maka publik layak menggugat sikap partisan wamen itu.

Setidaknya ada dua penyakit birokrasi yang semestinya dihindari. Pertama, partisanisme bersumber dari selera pribadi yang pada gilirannya mewarnai keputusan birokratik. Kedua, favoritisme yang mengaburkan batas pribadi dan kepentingan publik. Oknum wamen tampaknya sedang mengidap kedua penyakit ini, dan dampaknya bisa sangat serius ke publik.

Diantaranya, kontestasi yang sedang berlangsung di publik tak lagi dalam kondisi netral. Oknum wamen akan mengarahkan jejaring birokrasi mendukung putra sulung presiden. Alih-alih bersikap netral, si oknum bisa-bisa akan mengancam secara halus kepada siapapun yang berada dalam jejaringnya, bahwa mendukung putra sulung presiden bagian dari ekspresi loyalitas. Jika tidak, siap-siap saja memperoleh sanksi.

Ancaman halus seperti itu bisa menghantui kinerja birokrasi selama tiga bulan mendatang. Sampai Februari 2024, kerja birokrasi hanya fokus bagaimana caranya memenangkan putra sulung presiden dalam Pilpres. Sebaliknya, kerja-kerja birokrasi untuk melayani publik tanpa memandang apa preferensi politik publik, justru menjadi terbengkalai.

Periset di Surabaya