Fraud By Design

Quick count/Ist
Quick count/Ist

USAI coblosan, beberapa jam kemudian lalu terbit hitung cepat (Quick Count) terhadap Pemilihan Presiden (Pilpres). Sejumlah lembaga survei melakukan itu. Hasil hitung cepat itu bukanlah hasil resmi KPU. Itu hasil hitung instan dan cepat dari lembaga survei. Meski telah terdaftar di KPU, hasil quick count lembaga survei itu jelas bukan hasil hitung resmi KPU.

Jika demikian, lalu untuk apa harus ada hasil hitung cepat itu? Kenapa tidak sabar saja menunggu hasil hitung resmi KPU? Sebagian warga masyarakat menduga hasil hitung cepat tersebut berkait pada desain kecurangan yang sudah berlangsung sejak sebelum kampanye. Pun dengan tengara keterlibatan oknum-oknum rezim untuk memenangkan paslon tertentu yang punya hubungan darah dengan rezim yang berkuasa.

Desain kecurangan (Fraud By Design) sudah berlangsung sejak lembaga survei merilis hasil jajak pendapat sejak sebelum kampanye dan berlangsung saat kampanye. Tujuan utama mengedarkan hasil jajak pendapat itu tentu untuk mempengaruhi opini publik. Mengarahkan publik untuk mendukung paslon tertentu yang selalu diunggulkan lembaga survei. Orang awam sulit membantah hasil survei karena para petugas survei selalu berkilah mereka memakai metode ilmiah.

Ironinya, metode itu justru digunakan untuk kepentingan bisnis belaka. Bisnis menjual citra. Bukan untuk kepentingan publik, tapi kepentingan siapa yang membayar survei. Ada fulus, ada survei. Tak ada angpao, jangan harap hasil survei. Idem ditto dengan Quick Count. Butuh biaya, perlu duit. Dan yang dijual adalah nilai citra (sign value). Bahwa paslon yang diunggulkan survei, itulah paslon favorit yang harus diterima publik. Dipaksakan masuk ke alam bawah sadar publik, bahwa hanya paslon favorit lembaga survei itu yang layak dicoblos di TPS.

Sebelum coblosan, ada hasil survei untuk mengarahkan publik. Usai coblosan, pun digelar Quick Count, untuk mengarahkan publik. Modusnya, siapapun yang melihat angka-angka Quick Count, diharap ia terpengaruh. Itu angka-angka psikologis, yang mempengaruhi mental cum psikis siapapun yang melihatnya. Dampaknya, yang angkanya tertinggal jadi pasrah, lumpuh tak berdaya.

Dengan situasi begitu, kecurangan berikutnya berupa manipulasi angka dalam proses rekap, yang bisa berjalan lancar dan mulus. Mereka yang sudah terlanjur 'down' akibat terpengaruh hasil Quick Count jadi tak punya stamina menjaga rekap yang kabarnya berjenjang, dari hasil suara yang masuk. Dimana rekap ''berjenjang'' usai dari TPS itu dilakukan? Tentu anda semua sudah tahu.  

Sementara itu, di lapangan banyak ditemukan berbagai kecurangan. Keterlibatan oknum-oknum kepala desa, keterkaitan oknum aparat, kejanggalan pada surat suara, mendadak saksi tak hadir padahal saksi sudah berkomitmen untuk hadir di TPS, serta upaya memanipulasi hasil suara. Semua itu gambaran ringkas 'Fraud by Design', desain kecurangan.

Peneliti di Surabaya