Jalan Perubahan

Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar/Ist
Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar/Ist

DARI barisan paslon bacapres-bacawapres yang akan tampil di Pemilu 2024, hanya paslon Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang merupakan representasi aktivis dekade '90an. Itu fakta sejarah. Tak perlu digugat apalagi dihujat. Karena memang faktanya seperti itu.

Sebagai aktivis pada dekade itu, keduanya kerap hadir dalam aksi dan diskusi. Melawan tekanan rezim Orde Baru, melawan tindak represif aparat rezim yang kerap menebar teror serta rasa horor. Target aparat saat itu adalah para mahasiswa kritis, darimanapun asal organisasi mahasiswa tersebut. Bisa dipastikan, mereka selalu diawasi gerak-geriknya, selalu diikuti semua aksinya. Aparat Orde Baru mengerahkan semua daya, termasuk menyusup ke dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan.

Sebagai aktivis mahasiswa Jogja, Anies dan Muhaimin saat itu tentu sangat dekat pada rakyat. Mereka menyerap aspirasi cum keluhan rakyat. Mereka hadir dalam perbincangan bersama rakyat, lesehan sembari menyimak apa saja yang dikeluhkan rakyat. Sehingga kedekatan pada keseharian rakyat sudah terjalin sejak itu. Situasi ini menyebabkan kedua aktivis tersebut peka pada penderitaan rakyat.

Mereka bukan aktivis kaleng-kaleng, karena mereka juga terlibat dalam pengorganisasian rakyat. Bukan sekadar artikulatif atau omong-kosong di forum atau mimbar bebas, tapi mereka lekat pada hari-hari vivere pericoloso (penuh susah dan penderitaan) bersama rakyat banyak. Anies menonjol kala itu karena ia memang aktivis UGM, sedangkan Muhaimin berkiprah mengorganisir aktivis ekstra kampus.

Itulah sebabnya kenapa kata 'Perubahan' sudah akrab di sanubari Anies dan Muhaimin sejak mereka remaja di Jogja. Kata 'Perubahan' bukan sekadar diksi kosong tanpa makna. Sebab, kata ini menjadi tanda kemuakan rakyat sudah memuncak. 

Rezim boleh saja berkilah, terus memoles diri, termasuk merilis hasil survei bayaran, tapi itu tak mungkin meredam antipati rakyat. Di mata rakyat, pensurvei bayaran adalah predator demokrasi. Tak peduli nasib pericoloso rakyat.

Jalan perubahan adalah keniscayaan bagi para mantan aktivis, khususnya mantan aktivis dekade '90an. Jalan penuh onak dan duri, yang bisa menyakiti siapapun jika tak hati-hati. 

Namun, jalan perubahan tak mungkin dipilih oleh mereka yang tak pernah dekat pada rakyat. Mereka adalah orang-orang anti-perubahan yang dulu telah diistimewakan oleh Orde Baru. Diberi pangkat dan jabatan mentereng oleh rezim Orde Baru, kini orang-orang tersebut ingin kembali ke arena politik. Rakyat harus tahu itu.

Peneliti di Surabaya


ikuti update rmoljatim di google news