Tidak terpenuhinya kuota 30 persen calon anggota legislatif (caleg) DPR RI perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) oleh banyak partai politik (parpol), dikritisi Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Bivitri Susanti.
- G-45 Serukan Kembali ke UUD 1945 Asli
- Bagi Anies, Amal Usaha Muhammadiyah Sangat Besar di Sektor Kesehatan dan Pendidikan
- PKS: Penghapusan Kontribusi Ulama Dan Penonjolan Tokoh Komunis Harus Diinvestigasi Menyeluruh
Bivitri menyampaikan pandangannya dalam seminar publik bertajuk "Perlindungan Perempuan dalam Pemilu: Suarakan, Mau Apa di 2024?", yang digelar Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, di Hotel Mercure Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (2/12).
Bivitri memandang, pengambilan keputusan pencalegan oleh struktur organisasi parpol tak lagi memakai perspektif gender.
"Sekarang ini, parpol benar-benar cara untuk mencari kekuasaan," ujar Bivitri.
Dia mengamati, dari total 18 parpol nasional yang terdaftar di KPU sebagai peserta Pemilu Serentak 2024, hanya satu yang memperhatikan kewajiban 30 persen perempuan yang diatur UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Kita sebut saja, karena bagus untuk pembelajaran. PKS bisa memenuhi 30 persen perempuan karena melalui proses pengkaderan yang baik di masyarakat," ungkapnya.
Namun parpol selain PKS, yang didapati pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera justru tidak mampu memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan.
"Tidak ada logika keterwakilan, semuanya logika bisa mendapat kursi, cuan atau kekuasaan lainnya," tuturnya.
Lebih lanjut, Bivitri menduga parpol belum memiliki komitmen yang kuat dalam memastikan keterlibatan perempuan dalam dunia politik bisa dimaksimalkan.
- Mas Dhito Resmi Daftar Cabub Kediri di Partai NasDem
- PKB Usung Direktur RSUD Dolopo Madiun Sebagai Cawabup Dampingi Hari Wuryanto
- Surabaya Raih WTP 12 Kali Berturut-turut, Wali Kota Eri Cahyadi: Wujud Transparansi Pelayanan