6 Bulan Harga Jual Ikan Anjlok, Nelayan Lamongan Rugi Puluhan Juta

Perahu Nelayan Rojo Koyo terparkir di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Paciran, Lamongan/RMOLJatim
Perahu Nelayan Rojo Koyo terparkir di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Paciran, Lamongan/RMOLJatim

Sudah hampir enam bulan para nelayan di Kabupaten Lamongan mengalami kegelisahan akibat harga jual ikan hasil tangkapan anjlok. Nelayan rugi hingga puluhan juta.


Harapan agar memperoleh pemasukan yang cukup untuk bertahan di tengah tingginya kebutuhan hidup, harus berkali-kali pupus lantaran sejak November 2023 lalu hingga kini kondisi harga penjualan ikan tak kunjung membaik dan kerap menyebabkan modal biaya milik nelayan raib.

Misalnya dialami Edi Purbowo, juragan kapal nelayan KM Rojo Koyo asal Kelurahan Blimbing, Kecamatan Paciran. Edi harus menelan kerugian hingga puluhan jutaan rupiah akibat harga jual ikan murah.

Ia mengungkapkan bahwa berbagai jenis ikan kualitas baik hingga super, dengan bobot kisaran 8,5 ton hasil tangkapannya bersama Belah (sebutan masyarakat lokal untuk anak buah kapal), total hanya mampu terjual ke tangan pengepul seharga Rp40 juta di tempat pelelangan ikan Brondong.

Nilai tersebut terpaut sangat jauh dibanding sewaktu harga ikan berlaku normal. Mengaca dari pengalamannya dulu sebelum harga anjlok, dengan kualitas dan tonase yang sama, ikan tangkapan Edi bisa tembus terjual di kisaran Rp130 juta hingga Rp150 juta ke pengepul.

Alhasil, jika dikalkulasi dengan kondisi dalam beberapa bulan terakhir harga ikan tangkapan nelayan telah menurun hingga 50%.

"Harga ikan menurun lebih dari setengah harga saat normal. Sering tak sebanding dengan biaya modalnya, itu kenapa saya dan nelayan lain akhir-akkhir ini sering rugi hingga puluhan juta," ujarnya kepada Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (5/4/2024).

Sementara modal yang dipakai nelayan saat melaut tak sedikit. Diakui Edi, sekali berangkat mencari ikan di laut lepas, modal biaya yang harus ia keluarkan bisa menyentuh angka Rp 50 juta hingga Rp60 juta.

Modal itu dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan selama 14-16 hari di laut lepas, diantaranya membeli bahan makanan untuk konsumsi 11-15 orang Belah (ABK), es balok, ratusan liter bahan bakar serta keperluan lainnya. Nilai itu belum terhitung biaya perbaikan jika ada kerusakan mesin atau bagian kapal lainnya.

"Sekali melaut rata-rata modal yang saya keluarkan antara 50 hingga 60 juta. Makanya kalau dihitung dari modal saja, hasil dari jual ikan sudah gak cocok. Belum lagi bagi hasil dengan ABK," ungkap ayah dua anak itu.

Kondisi ini tidak hanya dialami Edi. Akibat dari harga ikan tangkapan yang murah, bagi hasil ke ABK terpaksa juga tak bisa sebanyak ketika harga ikan normal. 

Dampaknya hampir semua ABK yang menemaninya bertaruh nyawa di lautan mengalami kesulitan ekonomi. Kecilnya pendapatan yang diterima para ABK tak sebanding dengan kebutuhan rumah tangga mereka yang justru makin hari harganya terus melambung tinggi.

"Saya kasihan juga sama teman-teman karena harga ikan murah pendapatan jadi kecil. Sering tak cukup untuk kebutuhan rumah yang malah naik terus harganya, belum lagi biaya anak sekolah," ungkapnya. 

Kegelisahan yang sama juga dialami juragan sekaligus pemilik kapal KM Sri Harta Mas, Sumarji dari Kelurahan Blimbing, Kecamatan Paciran.

Pria yang akrab disapa Kang Ji ini mengalami kerugian hingga Rp30 juta akibat merosotnya harga jual ikan hasil tangkapannya saat melaut pada Januari lalu. Ia kini memilih berhenti melaut untuk sementara waktu. 

"Kemarin habis rugi kurang lebih Rp30 juta. Harga ikan murah, jadi mau berangkat cari ikan lagi mikir-mikir," katanya. 

Meski menurutnya berat, pilihan tersebut terpaksa ia ambil karena khawatir bakal menemui kerugian yang sama jika kembali melaut. Apalagi hingga kini, ia dan para nelayan belum mengetahui pasti penyebab harga ikan turun drastis. 

Selain itu, hingga kini belum ada satupun tawaran maupun ajakan duduk bersama dari pihak terkait yang ia harapkan bisa memberi solusi, seperti Pemkab Lamongan atau pihak lainnya untuk memecahkan masalah harga ikan yang dihadapi nelayan. 

"Sebenarnya berat. Tapi kalau begini terus ya nelayan yang mati," tandasnya.