. Defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kian membengkak. Namun, direksi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan justru mengusulkan kenaikan tunjangan. Terkait persoalan tersebut, pengamat sosial dan politik Musni Umar berpendapat kenaikan tunjangan seharusnya tidak dilakukan mengingat BPJS sedang mengalami masalah defisit anggaran.
- KLB Deli Serdang Ditolak Menkumham, Didik Mukrianto: Moeldoko Dkk Coba-coba 'Perkosa' UU Dan Peraturan
- Tolak Kenaikan Harga BBM, PKS Gresik Gelar Flashmob
- Demokrat Sudah Menduga Sejak Awal Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bermasalah
Anehnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani malah merespon dengan menaikkan tunjangan cuti dua kali lipat bagi anggota dewan direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dari gaji dan upah.
"Padahal gaji Direksi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan plus bonus bisa mencapai Rp 200 juta per bulan," tegas Musni seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL.
Jika dalam beleid lama, yakni PMK No.34/PMK.02/2015 besaran tunjangan maksimal satu kali gaji atau upah yang diberikan sekali setahun.
Dalam ketentuan yang baru yakni PMK No.112/PMK.02/2019 yang merupakan perubahan dari beleid terdahulu, pemberian tunjuangan bisa dua kali gaji atau upah yang diterima oleh anggota dewan pengawas dan anggota dewan direksi BPJS.
Penambahan besaran tunjangan gaji anggota pengawas dan direksi BPJS dinilai aneh karena terjadi ketika kinerja keuangan BPJS yang terus tekor. [mkd]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Polri Diminta Seleksi Lagi Mantan Pegawai KPK yang Gagal TWK
- Baru Bebas Bersyarat, Zumi Zola Kembali Berurusan dengan KPK
- Pesan Panglima TNI Kepada Keluarga Prajuritagar Tidak Bersikap Hedonis di Medsos