Cegah Penularan Covid-19 Pasca PSBB, Risma Diminta Perketat Protokol Kesehatan Di Pasar Dan Mall Surabaya

Walikota Surabaya Tri Rismaharini diminta membuat kebijakan untuk memperketat protokol kesehatan di tempat publik seperti mall dan pasar tradisional di Surabaya, untuk mencegah penularan Covid-19.


Ketua DPD Golkar Jatim Blegur Prijanggono khawatir, jika aturan pencegahan Covid-19 itu tidak diperketat, jumlah positif akan melonjak setelah (Pembatasan Sosial Berskala Besar) berakhir.

"Kalau diberlakukan tentunya akan mengganggu perekonomian, namun disisi lain Surabaya sudah masuk zona merah pekat dalam pandemic Covid-19. Hal inilah juga menjadi ancaman bagi warga Surabaya,” jelasnya saat ditemui di Surabaya, Senin (8/6).

Pria yang juga anggota Komisi C DPRD Jatim ini mengatakan, Partai Golkar berharap Pemkot Surabaya harus membuat tindakan-tindakan yang lebih ketat untuk penerapan protokol Kesehatan demi memutus mata rantai pandemic Covid-19.

Dicontohkan oleh Blegur, banyak ditempat pasar tradisional selama PSBB diberlakukan kurang menerapkan protokol Covid-19.

“Oleh sebab itu, harus ditetapkan kebijakan yang harus diterapkan benar-benar untuk memutus pandemi. Selama ini di pasar-pasar tradisional sering dijumpai tak disiplin protokol Covid-19.Ini yang harus diperhatikan Pemkot Surabaya,” sambungnya.

Mantan anggota DPRD kota Surabaya ini mengatakan dalam upaya memutus pandemi Covid-19 perlu dilakukan kedisiplinan semuanya mulai dari Pemkot Surabaya hingga masyarakat sendiri.

Diantaranya adalah harus menjamin agar pedagang dan pembeli menggunakan masker, sosial distancing diberlakukan dan menyediakan tempat cuci tangan serta hand sanitizer. Disamping itu, menurut Blegur, Pemkot Surabaya harus memperbanyak test corona seperti swab dan rapid test bagi pedagang pasar.

“Mulai hari ini kedisplinan harus ditegakkan agar protokol Covid-19 bisa berjalan dan pandemi bisa diturunkan di kota Surabaya,” jelasnya.

Soal kehadiran TNI dalam penegakan kedisiplinan penegakan aturan protokol Covid-19, Blegur mengatakan keberadaan TNI hanya memastikan agar penegakan disiplin protokol Covid-19 benar-benar dijalankan.

“Kewenangan TNI jika diturunkan hanya sebatas untuk melakukan penegakan disiplin Covid-19 saja. Tak lebih dari itu. Kami melihat masyarakat di Surabaya masih kurang akan penerapan protokol Covid,” terangnya.

Seperti diketahui, Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono mengatakan tiga kepala daerah di Surabaya tidak melanjutkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) meski pertambahan kasus positif Covid-19 di wilayah itu masih tinggi.

Keputusan itu diambil tiga kepala daerah yakni Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo dan Kotamadya Surabaya dalam rapat evaluasi PSBB yang difasilitasi oleh Pemprov Jatim.

“Yang perlu diperhatikan saat menyusun Pergub 8 Juni 2020 yaitu hari ini, (PSBB) sudah selesai. Tentunya hasil rapat secara teknis tadi malam, kemudian sore tadi telah diambil langkah para Bupati/Wali Kota tidak melanjutkan PSBB," katanya pada Seni malam (8/6).

Dia mengatakan, dengan berakhirnya PSBB yang berlaku hingga Senin (8/6/2020) tersebut, tiga kepala daerah bersepakat untuk menyiapkan masa transisi menuju new normal.

Sebagai payung hukum, kata Sekdaprov Jatim, tiga kepala daerah akan menyiapkan Peraturan Wali Kota (Perwali) dan Peraturan Bupati (Perbup) untuk mengatur ketentuan dalam masa transisi pasca PSBB.

Dikatakan Sekdaprov Jatim, penghentian PSBB itu merupakan usulan dari ketiga kepala daerah yang disampaikan kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Menurut dia, masa transisi Surabaya Raya akan berlaku pada 14 hari kedepan.

Dari data harian Gugus Tugas Satgas Covid-19, Jatim kembali mencatat tambahan kasus baru positif tertinggi nasional dengan 328 kasus baru pada Senin (8/6). Dari jumlah tersebut, Surabaya Raya menyumbang 261 kasus yang meliputi Kota Surabaya 236 kasus, Kab Sidoarjo 20 kasus dan Kab Gresik 5 kasus.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news