Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) juga memelototi dana promo media sosial yang dikucurkan pemerintah sebesar Rp 1,1 triliun seperti temuan Indonesia Corruption Watch (ICW).
- SIER Wujudkan Komitmen BUMN Bersih Melalui Workshop Antikorupsi Bersama ICW
- ICW Minta KPU Segera Umumkan 12 Mantan Napi Korupsi Masuk DCS
- ICW Rajin Kritik Harun Masiku di Era Firli Bahuri, Pengamat: Ada Buron Paulus Tannos kok Diam Saja
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Prof. Didik J. Rachbini bahwa pihaknya juga memiliki hasil riset serupa dengan ICW yang menyebut kepolisian mendapat kucuran dana paling banyak dari pemerintah untuk promo medsos.
"Sekarang terbukti dengan ICW menyatakan bahwa ada Rp 1,1 triliun untuk dipakai buzzer. Jadi waktu KPK dibunuh LP3ES menemukan buzzer yang datang dari kantor polisi. Coba dicek karena ada indikasi," ujar Didik dalam dialog politik ekonomi bertajuk "KPK dan Hukum Ekonomi", yang disiarkan di Instagram @DidikRachbini sebagaimana diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (22/8).
Lebih lanjut, ekonomi senior Institute Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan, anggaran promo media sosial yang diberikan ke kepolisian mencapai Rp 937 miliar totalnya sejak 2014 hingga 2020 sekarang. Di mana rinciannya, pada tahun 2014 dicairkan Rp 609 juta, 2015 sebanyak Rp 5,3 miliar, 2016 sebesar Rp 606 juta, 2017 mencapai Rp 535,9 miliar, 2018 sebanyak Rp 247,6 miliar, 2019 sebesar Rp 183,6 miliar, dan 2020 mencapai Rp 322,3 miliar.
"ICW baru mengeluarkan bahwa Mabes (Markas Besar Polri) melakukan buzzer sejak lama dari 2014 sampai 2020. Dan jumlahnya masif dan inilah praktik anti demokrasi yang melawan rakyat," tegas Didik.
Dari jumlah yang fantastis tersebut, Didik berpandangan kepolisian mungkin memiliki sikap yang tak memihak kepada masyarakat. Karena itu dia berharap praktik buzzer seperti ini bisa diungkapkan secara transparan siapa aktor di baliknya. Karena hal tersebut dapat mengembalikan situasi perekonomian Indonesia jadi lebih baik.
"Jadi menurut saya harus diungkap secara terang-terangan dan transparan. Karena menurut saya influencer ini akan ketawa tidak mungkin tidak," demikian Didik J. Rachbini.
Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan hasil temuannya tentang data penggelontoran dana dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Dalam paparannya, ICW menyebut pengeluaran terbanyak untuk nilai paket pengadaan adalah dengan nilai Rp 535,9 miliar pada 2017 dan Rp 322,3 miliar pada 2020.
Peneliti ICW, Egi Primayogha mengatakan jika berdasarkan kata kunci ditemukan bahwa aktivitas digital banyak dilakukan melalui media sosial.
"Ada 68 paket pengadaan dengan kata kunci 'media sosial' dengan total anggaran Rp 1,16 triliun," ucap Egi pada Jumat, (21/8).
Sementara anggaran untuk menggunakan jasa influencer mencapai Rp 90,45 miliar. Kemudian Rp 2,55 miliar untuk konsultan komunikasi, Rp 9,64 miliar untuk kampanye online, Rp 4,22 miliar untuk media. Selain itu ada pula dana Rp 19,21 miliar untuk kampanye digital, Rp 4,18 miliar untuk media online, Rp 344,3 juta untuk YouTube, dan Rp 2,5 miliar untuk branding.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Buzzer Jokowi Biang Kerok Konflik, Tujuannya Memuji dan Mendamprat
- Beda Prabowo-Jokowi, Satunya Tak Pakai Buzzer Satunya Gunakan Buzzer
- Analisis Drone Emprit Ungkap Dugaan Buzzer di Balik Dukungan terhadap Shin Tae-yong