Partai Gerindra harus menjadi oposisi pada pemerintahan Joko Widodo di periode kedua mendatang. Menjadi oposisi adalah pilihan realitis untuk menjaga suara pemilih Prabowo di Pilpres 2019 mendatang.
- PKB dan Nasdem Jember Sebut Dapat Nomor Keberuntungan Pemilu 2024
- Soal Jokowi 3 Periode, Parade Nusantara Tegaskan Tetap Taat Konstitusi
- Kapolri Listyo Sigit Dipercaya Mampu Dongkrak Kepercayaan Publik
"Sebaiknya Gerindra jangan (bergabung koalisi pemerintah). Lebih banyak mudaratnya dari manfaatnya untuk partai Gerindra dan demokrasi Indonesia ke depannya," kata Pangi kepada Kantor Berita RMOL, Rabu (3/7).
Alasan tetap berada di jalur oposisi, kata Pangi, Gerindra punya kans memenangkan pemilu legislatif pada 2024 mendatang. Hal itu bisa terjadi jika citra pemerintahan Jokowi tidak memuaskan, dalam artian tidak memenuhi target janji politik.
"Kedua, tentu saja Gerindra salah satu partai yang mampu mengimbangi dan mengoreksi jalannya pemerintahan, partai papan atas yang punya roh 'bergaining posisition' memainkan peran oposisi," lanjut Pangi.
Selain itu, merapatnya partai oposisi, seperti Gerindra, PAN, Demokrat, dan PKS ke koalisi pemerintah juga akan mengusik parpol pengusung utama Jokowi-Maruf.
Jika Gerindra masuk ke koalisi pemerintah, kata Pangi, maka 'jatah' kursi menteri yang seharusnya dibagikan kepada parpol pengusung utama akan berkurang.
"Secara sederhana memantik kecemburuan dan secara etika politik pun tampak tidak elok. Lebih baik Gerindra puasa 5 tahun lagi, kita hakul yakin Gerindra punya momentum emas, punya kans memenangkan Pemilu 2024," demikian Pangi.[bdp]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Refly Harun: MK Harus Perintahkan Presiden dan DPR Kembali Bahas UU Ciptaker
- Target Iqbal Wibisono, Menangkan Semua Kontestasi Politik Dan Usung Ketum Jadi Capres
- Musibah KRI Nanggala 402, Faisol Riza Sampaikan Duka Mendalam