Gegara Ratna- Perhatian Gempa Sulteng Terganggu

Kegaduhan ruang publik dalam dua hari lalu. Adalah kabar dugaan penganiayaan aktivis senior Ratna Sarumpaet.


"Di tengah Indonesia berduka karena gempa bumi di Palu, Sigi, Lombok dan Donggala, kok masih tega menyuguhi berita bohong tanpa data yang akurat pada rakyat," katanya, seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (4/10).

Padahal, kata Irma, para korban bencana sedang sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari semua elemen bangsa.

Beberapa hari kemarin, berita tentang Ratna Surampaet memang sangat heboh. Dimulai dari foto-foto wajahnya yang lebam beredar di media sosial. Kemudian, ke politisi Partai Gerindra Rachel Maryam, Ratna mengaku dipukuli orang di Bandung pada 21 September.

Kabar ini kemudian sampai ke Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Fadli Zon meneruskannya ke Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Capres Nomor Urut 02 Prabowo Subianto. Semuanya percaya Ratna dipukuli orang. Berbagai kecaman pun muncul terhadap "penganiayaan" itu.

Bahkan, ada yang menyebut "penganiayan" itu sebagai kejahatan demokrasi, karena Ratna merupakan orang yang lantang mengkritik Pemerintah. Prabowo lalu melakukan konferensi pers dan menuntut polisi mengusut kasus itu.

Polisi pun bergerak cepat. Setelah dilakukan penyelidikan, Ratna ternyata tidak dipukuli. Foto wajah yang lebam rupanya bekas operasi plastik. Ratna pun mengakui bahwa dia telah berbohong. Mendengar hal ini, Prabowo pun meminta maaf ke publik karena begitu saja memercayai kebohongan itu.

Kata Irma, sikap Prabowo Cs yang begitu saja percaya atas omongan Ratna sangat berbahaya.

"Andai saja kami tidak jeli, tentu kebohongan tersebut sudah ditelan bulat-bulat para pendukungnya. Maka, tidak bisa dibayangkan efek horizontal yang ditimbulkan oleh berita hoaks tersebut," ucapnya.

Menurut Irma, sangat disayangkan seorang calon presiden dan orang pintar bisa begitu saja menerima laporan tanpa sama sekali memegang alat bukti seperti visum dan laporan polisi.

"Tidak mungkin juga mereka tidak koordinasi lebih dulu dengan para lawyer sebelum lalukan konferensi pers," tuturnya.

Irma mengaku, sejak awal, dia sudah curiga dengan cerita Ratna dipukuli orang.

"Kejanggalan berikutnya, aktivis sekelas Ratna Sarumpaet tidak mungkin tidak tahu bagaimana prosedur hukum jika yang bersangkutan betul-betul dianiaya. Saat mobilnya parkir sembarangan dan mau diderek saja dia ngamuk-ngamuk. Mau lapor Gubernur segala. Padahal, waktu itu, sudah jelas salah. Apa lagi dianiaya, bisa gempar Indonesia dibuatnya," cetusnya.

Menurut Irma, sikap Prabowo yang sebelumnya begitu gampang percaya ke Ratna merupakan kesalahan fatal.

"Jika semua orang dekat mengadu, langsung direspons tanpa memeriksa lebih dulu barang bukti, batapa kacaunya nanti penegakan hukum kita," tandasnya. [RMOL]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news