. Pertemuan dua tokoh nasional, Presiden Joko Widodo dengan Prabowo Subianto, di stasiun MRT Sabtu (13/7) kemarin disambut antusias oleh sebagian besar masyarakat. Karena dinilai sebagai rekonsiliasi kebangsaan untuk meredam tensi di masyarakat pasca-Pilpres 2019.
- Mahasiswa, Pelajar dan Aktivis Akan Konsolidasi Nasional, Saatnya Rakyat Melawan KKN
- Usut Dugaan Suap Restitusi Pajak Proyek Jalan Tol Solo Kertosono, KPK Tersangkakan 3 Orang
- Kaesang Hadiri Istighotsah Maulid Nabi Muhammad dan Milad PSI Kota Madiun
"Kalau menurut saya itu rekonsiliasi kebangsaan. Jadi rekonsiliasi tapi konteksnya mungkin rekonsiliasi kebangsaan. Pertemuan antara dua negarawan dengan posisi dan jabatan politik masing-masing. Mereka bertemu kalau kita lihat kan pertama sebagai capres masing-masing," ucap Nyarwi Ahmad kepada Kantor Berita RMOL, Minggu (14/7).
Sehingga, pertemuan itu dinilai sebagai tindakan yang harus dilakukan pasca-Pilpres. Terutama untuk kembali merajut persatuan bangsa yang sempat terpecah saat Pilpres.
"Tetapi lebih kepada dua sahabat yang bertemu pasca-Pilpres yang panas, keras. Kemudian memandang untuk bertemu yang itu sebagian dari merajut nilai-nilai kebangsaan ke depan," lanjutnya.
Menanggapi respons masyarakat setelah pertemuan itu yang menyatakan itu rekonsiliasi atau tidak, Nyarwi menilai kedua tokoh nasional itu lebih mengutamakan merajut kembali persatuan bangsa karena bertemu di ruang terbuka. Walaupun banyak pertanyaan soal agenda deal-deal di luar itu yang tidak diketahui masyarakat.
"Pertemuan ini kan juga tidak di Istana. Terbuka, publik bisa menyaksikan. Terlepas bahwa ada pertanyaan itu kan panggung depannya, panggung belakangnya kita nggak tahu. Terlepas dari itu kan mereka pingin menunjukkan bahwa memberikan contoh politik dalam kompetisi itu wajar orang berkompetisi dengan keras, tetapi setelah semua berakhir harus kembali berangkulan. Itu kan contoh yang pingin ditunjukkan. Tidak hanya kepada pengikut masing-masing tetapi kepada seluruh masyarakat Indonesia," paparnya.
"Bukan bicara soal-soal isi rekonsiliasi dalam konteks kebangsaan semata. Tetapi dalam konteks menjaga kelangsungan demokrasi di negeri ini agar tetap eksis di masa depan," tandasnya.[bdp]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kepada Umat Islam Indonesia, Dubes Ukraina: Tolong Jangan Percaya Propaganda Rusia
- Tahun Depan, Bantuan Dana Parpol di Lampung Naik 100 Persen
- APDESI Rekomendasikan Empat Kades Jember Jadi Bacawabup Gus Fawait