Komunitas Tolak Plastik sekali pakai (KTP), Mahasiswa Pecinta Alam Mupalas, dan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) melakukan kajian ekosistem di Sungai Tambak Wedi.
- Wali Kota Eri Bangga Puskesmas Sidotopo Berubah Total Setelah Kena Sidak Sebelumnya
- BMKG Keluarkan Peringatan Dini Banjir Rob, Pemkot Surabaya Siapkan Sejumlah Langkah Antisipasi
- Kolaborasi SIER dan Danareksa: Relawan Bakti BUMN Batch VI Pasuruan Berdayakan Desa Tosari dengan Fokus Pada Pendidikan, Lingkungan, dan UMKM
Hasilnya, sungai yang bermuara di pesisir Surabaya itu mengandung diterjen. Kandungan pH dan Phospat terlalu tinggi, di atas ambang.
"Dua tahun lagi ekosistem Sungai Tambak Wedi buyar," ujar pengurus harian Mupalas Universitas Muhammadiyah Surabaya Faisol Mardiono dalam keterangan resminya, Jumat (19/3).
Hasil uji di tiga lokasi menunjukkan total dissolved solid/kandungan ion terlarut dalam air (TDS), melebihi baku mutu. Kandungan Phospat 45 ppm, lebih tinggi dari baku mutu sungai kelas empat seperti yang disebutkan dalam PP Nomor 82 Tahun 2001, sebesar 5 ppm.
Pun dengan pH air yang sebesar 8,6, menunjukkan air kondisi basa. Kandungan pH tinggi dan Phospat jauh di atas baku mutu menunjukkan jika sungai Tambak Wedi mengandung deterjen.
Dalam deterjen mengandung senyawa karsinogenik yang tidak dapat terurai di alam. Kondisi ini dipastikan menghancurkan ekosistem sungai Tambah Wedi dan selat madura.
"Kandungan Phospat sebesar 45 ppm, sedangkan TDS mencapai 4015 hingga 5012 ppm padahal untuk baku mutu air sungai parameter TDS harus lebih kecil 1500 ppm dan kadar phospat tidak boleh lebih dari 5 ppm," kata peneliti KTP, Miftakhul Rohmah.
Sementara Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, phospat yang terlalu tinggi dapat menghambat penguraian bahan organik di perairan.
Prigi menyebut, hal itu menyebabkan eutrofikasi atau penyuburan perairan, yang membuat populasi alga meningkat tajam. Akibatnya, akan menurunkan oksigen terlarut yang bisa menyebabkan kematian biota air dan ikan.
"Busa yang timbul di permukaan juga menghalangi penetrasi matahari ke kolom air, sehingga menghambat fotosintesis dan mengganggu mobilitas biota perairan. Ini menyebabkan pH air menjadi basa dan bisa membahayakan kehidupan biota air," kata Prigi.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Latih Keberanian Anak-anak Surabaya, Wali Kota Eri Bagi Sepeda di Puncak Peringatan HAN 2023
- Polda Jatim Serahkan Bantuan Sosial Untuk Korban Banjir Bandang NTT
- Unitomo Gelar Sosialisasi Tanggap Bencana di Cemandi