Kasus kekerasan yang dialami wartawan Tempo Nurhadi telah merendahkan marwah jurnalis yang notabene dilindungi undang-undang dalam menjalankan kegiatan jurnalistik.
- Rocky Gerung Bisa Dilaporkan Pencemaran Nama Baik, Hotman Paris: Tapi Harus Presiden Sendiri yang Buat Laporan Polisi
- Bersama Istri, Pejabat Dishub DKI Massdes Arouffy Penuhi Panggilan KPK
- Kasus Dana Hibah Jatim, KPK Panggil Dua Kader Gerindra
Demikian itu dikatakan Salawati Taher, salah satu tim advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya sewaktu menggelar diskusi refleksi kekerasan terhadap jurnalis di Pastoran Yuoth Center Keuskupan Surabaya, Minggu sore (10/4).
Diskusi ini bertepatan dengan 1 tahun perjalanan advokasi AJI Surabaya terkait kasus kekerasan yang dialami Nurhadi.
"Ini adalah bukan hanya (tentang) kekerasan kepada wartawan, Ini tidak hanya soal Nurhadi, akan tetapi lebih kepada merendahkan (marwah) jurnalis secara keseluruhan," tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Salawati berharap adanya solidaritas antar sesama jurnalis ketika terjadi insiden kekerasan. Dia menginginkan AJI Surabaya mengkampanyekan hal ini. Tidak hanya sebatas internal, tapi kepada organisasi lain secara luas.
Diantara banyaknya kasus kekerasan yang dialami jurnalis, sepanjang catatan AJI Surabaya hanya ada tiga perkara yang oleh penegak hukum dijerat dengan delik pers. Dua diantaranya diadvokasi oleh AJI Surabaya.
"Kasus Nurhadi menjadi momentum jangan mau dimoderasi. Sebagai jurnalis kita tidak mau dimoderasi dengan jerat tindak pidana umum. Karena kita memiliki delik pers," kata dia.
Dalam perjalanan perkara Nurhadi, lanjut Salawati, proses hukum kedepannya masih menghadapi upaya hukum banding hingga kasasi. Dia berpesan supaya tim advokasi tidak lengah.
"Jangan lengah, banding dan kasasi ini ada di depan mata," ujarnya.
Perkara Nurhadi diharapkan bakal menjadi yurisprudensi dalam kasus-kasus kekerasan yang dialami jurnalis di masa yang akan datang.
Diketahui dalam perkara ini, pelaku kekerasan terhadap Nurhadi yakni Purwanto dan Muhammad Firman Subkhi telah dijatuhi hukuman pidana 10 bulan penjara.
Perbuatan dua anggota polisi aktif Polrestabes Surabaya itu dinyatakan hakim telah terbukti memenuhi unsur pidana seperti halnya surat dakwan jaksa yang menjerat keduanya dengan dakwan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Selain pidana penjara, terdakwa juga dibebani membayar restitusi pada Nurhadi sebesar Rp 13.890.000 serta kepada saksi kunci berinisial F sebesar Rp 21.850.000.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pasangan Ulil Albab-Andi Terpilih Jadi Ketua AJI Jember Periode 2024-2027
- AJI: Jurnalisme Bukan Melayani Penguasa
- AJI Kenalkan SOP Penanganan Kekerasan Seksual pada Jurnalis