Kasus Wempi Darmapan Disebut Banyak Kejanggalan, Mulai Intervensi Hingga BAP Tidak Ditandatangani

Advokat Straussy Tauhiddinia Qoyumi menunjukkan BAP yang tidak ditangani penyidik maupun saksi/RMOLJatim
Advokat Straussy Tauhiddinia Qoyumi menunjukkan BAP yang tidak ditangani penyidik maupun saksi/RMOLJatim

Ada cerita menarik dibalik kasus Wempi Darmapan, Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Cendrawasih Lestari, di Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, yang saat ini sedang diadili akibat ada perbedaan volume kayu sebanyak 10.233 meterkubik sewaktu mengirimnya ke PT Anugrah Jati Utama (AJU) dengan menggunakan Kapal Darlin Isbet.


Straussy Tauhiddinia Qoyumi, advokat yang dipercaya terdakwa Wempi Darmapan sebagai penasehat hukumnya mengungkapkan ada beberapa hal yang belum diketahui publik tentang duduk perkara ini yang sebenarnya.

Hal pertama yang diungkap Straussy adalah tentang dakwaan penuntut umum terhadap Wempi Darmapan adalah dakwaan tunggal. Mengutip surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim, Wempi Darmapan dinilai telah melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan Kayu yang diiterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan dijerat dengan Pasal 88 ayat (1) huruf c Junto Pasal 15 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

"Jadi bisa disimpulkan disini bahwa terdakwa bukan didakwa melakukan pembalakan liar atau pemalsuan surat sebagaimana diberitakan sebelumnya. Karena telah dilakukan lacak balak oleh Tim Gakkum KLHK dan tidak terbukti adanya pembalakan liar," ungkap advokat Straussy Tauhiddinia Qoyumi, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, kepada wartawan Jum''at (30/7).

"Hal ini sesuai dengan dokumen yang diperiksa pada saat penyidikan. Kami berharap rekan media dapat berdasar pada surat dakwaan Jaksa. Di perkara ini sama sekali tidak ada pemalsuan dokumen dan pembalakan liar. Tidak ada," bebernya.

Dasar dakwaan tunggal tersebut, masih Straussy, adalah dugaan penyalagunaan dokumen SKSHHKO karena ada perbedaan volume dalam SKSHHKO dengan hasil pengukuran ahli yang ditunjuk dan ditugaskan Dinas Kehutanan setelah barang bukti diamankan.

"Fakta persidangan tanggal 26 Juli 2021 membuktikan bahwa saksi penyidik Gakkum yang ditugaskan untuk mengamankan barang bukti tidak mengatahui kesalahan apa yang dilakukan Terdakwa sehingga kayunya diamankan pada 6 Februari 2021. Mereka hanya mengikuti perintah pusat. Saksi pelapor dari PPNS Gakkum KLHK mengaku tidak memiliki kompetensi untuk melakukan pengukuran apalagi penentuan volume kayu yang diamankan," urainya 

Apalagi, tambah Straussy pengukuran oleh ahli yang ditunjuk Gakkum KLHK baru dilaksanakan pada 16 Februari 2021. Menurutnya, tanggal pengukuran ini pun rancu. Di BAP tanggal pengukurannya beda-beda. 

"Di BAP saksi Mukhlis tanggal 17 sampai 21 Pebruari, BAP saksi Miftahunni’an 23 sampai 25 Pebruari. Dan kami sebagai penasehat hukum terdakwa sampai saat ini belum pernah terima BAP Pengukuran tersebut. Jadi riil pengukuran itu dilakukan tanggal berapa kita juga tidak tahu," ungkapnya 

Straussy juga membeber adanya kejanggalan hasil penyidikan yang menjadi dasar pemeriksaan perkara ini di PN Surabaya.

Pertama, kata Straussy, di BAP pengkuran dia tidak menemukan adanya tanda tangan dari penyidik, tanda tangan ahli maupun tanda tanda saksi yang menyaksikan pengukuran. Padahal, dalam pasal 75 ayat (1) KUHAP dan Pasal 118 KUHAP sudah diatur secara jelas dan tegas.

Pasal itu berbunyi keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik. Serta pemberi keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya.

“Kami ada buktinya kalau tidak ada tanda tangan keduanya,” ungkapnya.

Bukti lain yang dia dapatkan yakni, semua saksi yang kemungkinan dapat dihadirkan dalam persidangan untuk meringankan terdakwa dipaksa oleh Gakkum LHK, untuk menandatangani surat perjanjian untuk tidak mau menjadi saksi atau hadir dalam persidangan.

“Surat itu juga ada di kami. Gakkum yang buat suratnya, saksi dipaksa untuk tanda tangan. Jadi, saksi kita sudah di blokir duluan. Padahal, terdakwa Junaid harusnya bisa dihadirkan dalam persidangan di PN Surabaya,” terangnya.

Menurutnya, kalau memang ada dugaan perbedaan jumlah antara dokumen dengan kayu yang dikirim, harusnya semua kayu itu harus diperiksa serta diukur kembali sebelum dibongkar. 

“Kenapa harus dipisah dulu. Dibawa ke tujuan masing-masing baru diperiksa. itu juga ada jarak waktu,” katanya

Kedua masih kata Straussy, adalah ketidakhadiran ahli di persidangan meski sudah di undang secara sah. Hal ini, sambung Starussy, juga terjadi di persidangan di PN Gresik atas nama terdakwa Junaid Hitimala. 

"Ada kasus yang sama di Gresik. Terdakwknya Junaid Hitimala. Perbedaannya kalau di Gresik malah kekurangan sekitar 10 meter kubik,” katanya 

"Wempi dan Junaid ditangkap bersamaan, namun diadili di pengadilan berbeda. Wempi di PN Surabaya, Junaid di PN Gresik, pasal yang dijeratkan sama yakni Pasal 88 ayat (1) huruf c Junto Pasal 15 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Bedanya, Wempi Darmapan kelebihan volume sebaliknya Junaid kekurangan volume," jelasnya.

Kepada awak media, Advokat Straussy mengapresiasi dikabulkannya permohonan untuk melakukan pengukuran volume kayu di perkara Wempi Darmapan oleh PN Surabaya.

"Kami usulkan kepada majelis hakim agar pengukuran ulang tersebut dilakukan oleh lembaga pengukur independen seperti PT (BUMN) Sucofindo atau BUMN Surveyor Indonesia sebagai pihak yang independen diluar KLHK," tandasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news