Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim memastikan pihaknya bakal mengajukan upaya hukum Kasasi atas vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, terhadap mantan Dirut PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) Riry Syaried Jetta.
- KPK Ingin Partai Golkar Hasilkan Pemimpin yang Bersih dari Korupsi
- Lima Mafia Tanah Dibekuk, AHY Pastikan Tak Akan Ampuni Oknum
- Sidang Praperadilan Mardani Maming Ditolak, KPK: Kita Tunggu Sikap Kooperatif Tersangka
"Kita pasti (ajukan) Kasasi, masih ada jangka waktu 14 hari sejak putusan dibacakan untuk JPU mengajukan upaya hukum banding maupun kasasi," ujar M Dofir dikutip Kantor Berita , Jumat (18/10).
Namun, terhitung 8 hari sejak putusan dibacakan majelis hakim pada 10 Oktober 2019 lalu, hingga kini jaksa belum menerima salinan putusan dari pengadilan.
Dibutuhkannya salinan putusan tersebut, untuk upaya jaksa menyusun memori kasasi yang nantinya digunakan sebagai bahan argumentasi hukum yang bakal kembali diuji pada jenjang peradilan tingkat berikutnya, dalam hal ini kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI.
Alhasil dengan adanya upaya kasasi ini, status proses hukum yang menjerat Riry Syaried Jetta ini belum berakhir. Vonis bebas belum memiliki upaya hukum tetap (inkracht).
Untuk diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang Dede Suryaman menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah dalam perkara dugaan korupsi pengadaan kapal floating bekas. Vonis dibacakan pada persidangan di ruang Cakra, Kamis (10/10) lalu.
Putusan majelis hakim ini, sebelumnya mengalami dissenting opinion (perbedaan pendapat). Dua hakim, Dede Suryaman dan Lufsiana berpendapat bahwa tindakan terdakwa tidak terbukti bersalah, sedangkan satu hakim lainnya, Agus Yunianto berpendapat terdakwa bersalah.
Hakim Agus menilai tindakan terdakwa tidak bisa terlepas dari vonis bersalah yang telah diputuskan terhadap Antonius Aris Saputra (terdakwa berkas terpisah, red), yang sudah divonis 16 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, beberapa waktu sebelumnya.
Sebelumnya, terdakwa dituntut JPU Arif Usman dengan hukuman pidana 12 tahun penjara. Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar didenda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Dalam dakwaan diceritakan, perkara ini bermula ketika pada 2015, PT DPS mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp200 miliar. Dari jumlah itu, Rp100 miliar di antaranya digunakan untuk membeli kapal floating crane. Rekanan dalam pengadaan kapal ini adalah PT A&C Trading Network.
Meski alokasi anggarannya sebesar Rp100 miliar, namun harga kapal sendiri dibeli seharga Rp63 miliar. Kapal floating crane yang diibeli, berasal dari Rusia. Sayangnya, kapal tersebut bukan kapal baru. Melainkan kapal bekas buatan tahun 1973.
Sementara sesuai peraturan, pengadaan kapal bekas usianya maksimal tidak boleh lebih dari 20 tahun.
Terdakwa dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab karena saat pengadaan kapal bekas itu pada 2015 lalu, dirinya yang menjabat sebagai direktur utama.
Dia diduga sebagai pihak yang paling mengetahui pengadaan kapal tersebut. Riry dengan jabatannya sebagai dirut menyetujui pengadaan kapal bekas yang usianya sudah 43 tahun.
Ketika kapal itu dibawa ke Indonesia, ternyata tenggelam di laut China. Dengan begitu, negara tidak mendapat kemanfaatan dari pembelian kapal tersebut.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Di Hadapan Kepala Daerah, Ketua KPK Beberkan Program Prioritas Presiden
- Hakim Agung Sudrajad Dimyati Sowan ke Ketua MA Sebelum Serahkan Diri ke KPK
- KPK Janji Usut Peran Mantan Ketum PP AMPG Aliza Gunado dalam Kasus Aziz Syamsuddin