Komunikasi Istana dan Kebebasan Pers

Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Zainal Abidin/Ist
Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Zainal Abidin/Ist

KOMUNIKASI politik adalah elemen kunci dalam pemerintahan modern. Keberhasilan suatu pemerintahan dalam membangun citra dan mendapatkan kepercayaan publik sangat bergantung pada strategi komunikasi politiknya.  

Hal demikian tidak terjadi pada Tim Komunikasi Kepresidenan Prabowo. Kantor Komunikasi Kepresidenan, PCO (Presidential Communication Office) seringkali melontarkan  komunikasi  yang menyebabkan kebingungan, kontroversi, bahkan tak berempati. 

Hari ini Tim komunikasi kepresidenan Prabowo Subianto jadi bahan perbincangan di ruang publik. Bukan karena kehebatan menyampaikan kebijakan presiden, tapi karena blunder yang bikin orang bertanya-tanya, ini tim komunikasi atau tim komedi? Kali ini, sorotan datang dari respons mereka soal teror kepala babi yang dikirim ke kantor media Tempo.

Alih-alih menunjukkan empati atau sikap serius, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, dengan santai mengatakan, “Dimasak saja kepala babinya.” Ini serius? Di saat kebebasan pers lagi diuji dan kehidupan berdemokrasi di protes, jawaban santai begini justru bikin orang curiga bahkan marah, apa tim ini memang tidak paham situasi, atau sengaja main api, atau memang mereka tidak paham strategi komunikasi politik yang baik sehingga sering blunder.

Kejadiannya saja sudah bikin heboh. Kantor Media Tempo menerima paket berisi kepala babi, yang ditujukan buat jurnalis politik mereka, Francisca Christy Rosana (Cica). Semua setuju ini bentuk intimidasi keji terhadap pers. Bahkan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyarankan untuk buat laporan polisi sebagai respons serius atas kejadian tersebut. “Saya menyayangkan, laporkan ke polisi biar ketahuan pelakunya.” 

Tapi, tim komunikasi Istana? Bukannya ikut prihatin atau ngasih sinyal dukungan buat kebebasan pers, malah memberi respons seperti bercanda di warung-warung kopi. Ini bukan cuma soal salah pilih kata—ini soal pola komunikasi yang dari dulu amburadul dan nggak belajar dari kesalahan.

Dari awal pemerintahan Prabowo, tim PCO ini sering buat gaduh dan gagap dalam merespon protes publik yang dilontarkan kepada pemerintah. Sekarang, ada kasus serius seperti teror ke media, mereka malah menambahi bensin ke api dengan komentar yang tidak peka. “Dimasak saja”. Jika ini jawaban resmi dari Istana, maka pemerintah Prabowo tidak hanya gagal mengelola ekonomi (tidak sesuai target) namun gagal membangun kepercayaan publik. 

Dalam Teori Two-way Symmetrical Communication (Grunig & Hunt, 1984) menjelaskan bahwa komunikasi pemerintahan yang baik itu, menekankan pentingnya komunikasi dua arah yang simetris antara pemerintah dan masyarakat. Melibatkan dialog dan umpan balik dari masyarakat. Mendengar aspirasi dan keluhan masyarakat serta membangun hubungan yang berbasis kepercayaan dan transparansi. 

Ini masalahnya ada di dua hal. Pertama, koordinasi tim yang buruk banget. Dengan kabinet sebesar ini dan tim komunikasi yang seharusnya jadi jembatan ke publik, kok malah kayak kapal tanpa nakhoda? Satu orang bilang begini, yang lain bilang begitu, dan rakyat cuma bisa bengong. Kedua, ketidakpekaan mereka sama situasi. Teror kepala babi ke Tempo bukan cuma urusan satu media, it’s a big deal buat demokrasi dan kebebasan berekspresi. Tapi respons Istana malah bikin orang mikir, apa mereka nggak peduli, atau malah ada pesan terselubung di balik guyonan itu?

Blunder ini bukan cuma bikin Tim Komunikasi Kepresidenan Prabowo kelihatan amatiran, tapi juga merusak kepercayaan publik. Pemerintah lagi diuji buat nunjukin komitmen mereka kepada kebebasan pers, tapi yang keluar malah nada sinis yang bikin orang bertanya dan marah. Kalau tim komunikasi tidak segera benahin pola kerja, koordinasi ketat, sensitif sama isu, dan berhenti bikin pernyataan yang nggak pas, maka Kabinet Merah Putih bakal dikenang bukan karena prestasi, tapi karena kekacauan komunikasi. Prabowo mungkin punya niat baik, tapi kalau corongnya begini, ya susah mau didengerin. Ayo lah, Istana, rakyat nunggu suara yang jelas, bukan candaan yang bikin takut.

*Penulis adalah Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina

ikuti terus update berita rmoljatim di google news