Lima Fraksi Menolak, Interpelasi Walikota Kandas

Rencana interpelasi yang disuarakan sepuluh anggota DPRD Kota Mojokerto dipastikan kandas. Pasalnya ada beberapa anggota pengusul yang menyatakan mudur dari pengusul


interpelasi.

Sebanyak lima dari enam fraksi DPRD Kota Mojokerto menyatakan menolak melanjutkan penggunaan hak interpelasi terhadap Walikota Mojokerto Ika Puspitasari.

Penolakan ini diutarakan dalam Rapat Paripurna Penyampaian Pandangan Fraksi atas Penjelasan Pengusulan Hak Interpelasi dampak proyek Penanggulangan Banjir, di ruang rapat paripurna DPRD Kota Mojokerto, Selasa (3/3).

Melemahnya sikap sebagian anggota penginisiasi interpelasi yang dimotori F-PKB sudah terdekteksi sejak beberapa waktu pasca Rapat Dengar Pendapat (RDP) Jilid III dengan eksekutif.

Saat itu, Moch. Harun, Agung Soecipto dari Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan (F-GKP) dan Suliyat dari F-PDIP mundur, disusul Moch. Risky dari F-PDIP dan Indro Tjahjono dari F-Demokrat.

Kemudian tinggal jajaran F-PKB yakni Djunaedi Malik, Sulistiyowati, Choiroyaroh dan Wahyu Hidayat dan Febriyana Meldyawati yang tetap menggelindingkan wacana interpelasi tersebut.

Sementara itu, dalam rapat paripurna Selasa, lima fraksi menyampaikan sejumlah pandangannya.

F- Demokrat dengan jubir Udji Pramono mengungkapkan terlalu dini dan tergesa-gesa rencana tersebut. Alasannya, wacana interpelasi dilakukan segera setelah RDP.

“Penggalian data kurang komprehensif. Dampak proyek hanya satu lokasi, tidak berdampak luas kepada masyarakat,” jelasnya.

Diungkapkan, Walikota Ika Puspitasari dilantik Desember 2018. “Itu artinya tahun pertama setelah menjabat. Sehingga kami memaklumi jika belum maksimal. Seyogyanya ada pembinaan dari DPRD sebagai fungsi pengawasan,“ katanya.

Kalau tahun berikutnya terjadi lagi dan ada dampak lagi, maka kami mempertimbangkan untuk menggunakan hak-hak DPRD.

“Kami atas nama fraksi mohon maaf apabila belum mendukung adanya interpelasi. Itu tidak dikarenakan

karena kami dekat Walikota. Tapi semata-mata alasan proporsionalitas bukan alasan politik atau

apa,” ujarnya.

Sementara Fraksi PAN, melalui jubirnya Mulyadi mengungkapkan adalah tidak adil menilai kegagalan proyek hanya sidak 4 proyek.

“Dari 89 proyek ada 4 proyek yang kandas. Capainya 81 persen. Namun harus ada evaluasi dari kekurangan yang ada dan itu harus diperbaiki mendatang,” ujarnya.

F-PAN, mengatakan eksekutif telah menjalankan mekanisme dengan adanya putus kontrak. “Memang itulah mekanismenya. Kedepan FPAN berharap agar ada pembenahan kinerja.”  

Fraksi GKP melalui jubir Budiarto mengatakan, “Kami menghormati hak interpelasi sebagai penguatan pengawasan daerah. Terkait dengan usulan interpelasi, FGP menilai kurang tepat kalau itu dinarasikan pada level pengambil kebijakan karena melibatkan banyak pihak,” tandasnya.

FPDIP melalui jubirnya, Ery Purwanti mengatakan untuk menetapkan interpelasi diperlukan sejumlah pertimbangan.

“Seperti kondusifitas daerah harus dijaga. Kegaduhan bisa menyebabkan pembahasan APBD terganggu. Itu semua dapat dikomunikasikan,” katanya.

PDIP menawarkan solusi. Walikota dapat sidak langsung dan menjelaskan ke warga terkait pekerjaan yang tertunda.

“Mengingatkan Walikota agar lebih cermat dalam menjalankan mekanisme tender,” katanya.

Terakhir, Fraksi Golkar dengan jubirnya, Agus Wahjudi Utomo mengatakan bahwa proyek 2019 tidak bisa di katakan kegagalan total. Secara komperhensif, Pemkot telah melakukan kajian penanganan genangan banjir. Pemkot sudah berupaya dan masih melakukannya.

“Kami menyadari ada kekurangan pemkot dalam menyikapi proyek fisik, namun ada kesempatan untuk berbenah.”

ikuti terus update berita rmoljatim di google news