. Mantan Bupati Trenggalek periode 2005-2010, Soeharto menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya. Soeharto didudukan sebagai pesakitan atas korupsi penyertaan modal di Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) pada PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS) Tahun 2017.
- Sudah 17 Ketua DPC Demokrat Dipecat Pasca 'KLB' Sibolangit, Dua Dari Sumut
- Pulihkan Parekraf, Sandiaga Uno Bersama RKS Galakkan Vaksinasi Covid-19
- MKGR Jatim Solid Dukung Airlangga Hartarto di Munas Golkar
"Saudara sehat, hari ini pembacaan surat dakwaan penuntut umum," ucap hakim I Wayan Sosiawan dikutip Kantor Berita pada terdakwa Soeharto saat membuka persidangan, Jum'at (25/10).
Setelah Soeharto menyatakan dirinya dalam kondisi sehat, Hakim meminta JPU untuk membacakan surat dakwaanya.
"Silahkan dibacakan," kata hakim I Wayan Sosiawan pada JPU Kejari Trenggalek, Dody Novalita.
Dijelaskan dalam surat dakwaan, kasus ini bermula saat terdakwa Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Bupati Trenggalek melakukan kerjasama mendirikan sebuah perusahaan percetakan dibawah naungan PDAU Aneka Usaha yang diberi nama PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS).
Nah, saat mendirikan PT BGS itulah, Soeharto yang juga menjabat sebagai Komisaris telah mengucurkan dana penyerahan modal sebesar Rp 10,8 miliar ke PT BGS yang digunakan untuk membeli mesin percetakan.
Mesin percetakan merk Heindelberg Speed Master 102 V tahun 1994 itu dibeli oleh Direktur Utama PT BGS, Istiawan Witjaksono alias Tatang Istiawan (tersangka dalam berkas perkara terpisah) dari UD Kencana Sari dalam keadaan rekondisi alias rusak.
"Namun mesin yang dibeli dalam kondisi rusak parah, sering trouble, hasil cetakan tidak presesi, banyak sensor yang mati dan tidak berfungsi, kondisi spare part sudah tambal sulam," terang JPU Dody Novalita.
Pembelian mesin cetak dalam bentuk kerjasama tersebut, masih kata jaksa, tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 43 Tahun 2000 tentang Pedoman Kerjasama Perusahaan Daerah.
"Bahwa dalam pendirian kerjasama tidak dilakukan study kelayakan oleh konsultan ahli percetakan," jelas JPU Dody Novalita.
Dalam surat dakwaan juga dijelaskan, bahwa Tatang Istiawan yang merupakan Bos Media di Surabaya ini disebut tidak menyetorkan modal awal ke perusahaan, sebagaimana tertuang dalam perjanjian sebesar Rp 1,7 miliar.
"Namun faktanya, Tatang Istiawan tidak menyetorkan modalnya dan bertentangan dengan Pasal 33 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas," ungkap JPU Dody Novalita.
Dalam kasus korupsi ini terdakwa Soeharto didakwa melanggar pasal pasal 2 jo Pasal 3 UU Tipikor, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Kasus pengadaan mesin percetakan ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 7.310.000.000 (Tujuh miliar tiga ratus sepuluh juta).
Atas dakwaan JPU tersebut, terdakwa Soeharto melalui Zaenal Fanani selalu penasehat hukumnya mengaku tidak mengajukan keberatan atau eksepsi. Selanjutnya, hakim I Wayan Sosiawan meminta JPU untuk melanjutkan persidangan ke pemeriksaan pokok perkara, dengan menghadirkan para saksi ke persidangan satu pekan mendatang.
"Karena terdakwa tidak mengajukan eksepesi, persidangan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara,"ucap hakim I Wayan Sosiawan sambil menutup persidangan.[bdp]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Milenial Pecinta Lingkungan Tuban Dukung Gus Muhaimin Maju Pilpres 2024
- Ramai di Medsos Billboard yang Diduga Logo LGBT, Ketua Ansor Kota Probolinggo Angkat Bicara
- Demi NU, Petinggi Gerindra Ngawi Pindah ke PPP